Penyesalan itu adanya di akhir, kalau ada di awal namanya pendaftaran.
Saya tiba-tiba teringat lelucon
tersebut saat hendak menuliskan pemikiran melalui halaman ini. Bingung juga,
kok bisa? Lalu kalimat tersebut secara otomatis membuka laci memori saya yang
lain, ruang yang menyimpan sebuah quote
Dee Lestari di dalam buku favorit saya ‘Supernova : Ksatria, Putri dan Bintang
Jatuh’.
Dan di dalam kebingungan ini, ada saja cara Tuhan membuatku tertawa sekaligus merasa tersindir.
Ha...ha...ha...h...m...m...m (fiuh)
Melalui kalimat pembuka dalam
tulisan ini, mungkin sahabat mengira kalau saya mau membahas soal perasaan yang
paling manusia hindari bernama ‘penyesalan’. Tak sepenuhnya salah, namun tak sepenuhnya
benar menurut subyektif saya. Saya hanya ingin menuliskan sesuatu, salah satu
cara yang menurut saya merupakan sebuah upaya ‘Menyelamatkan jiwa’. Meskipun
tidak semahir sahabat saya Gigih Prayitno dalam menuliskan buah pikiran melalui
blog pribadinya Gigihprayitno.wordpress.com, setidaknya saya ingin mencoba.
Harus saya akui, keputusan saya untuk membuat blog muncul dari pertemuan saya
dengannya di Kampung Inggris Pare, Kediri. Saya terinspirasi. Dan manusia yang
satu itu harus bertanggung jawab setidaknya dengan mengkritik tulisan ini.
Kedatangan ke Kampung Inggris ternyata semata-mata bukan untuk jadi pintar Bahasa Inggris. Jujur, saya masih belum mahir. Namun Tuhan mau saya bertemu dengan Gigih hanya untuk terinspirasi. Merealisasikan resolusi nge-blog yang sudah ngaret setahun. Saya betul-betul percaya kalau itu bukanlah sebuah kebetulan. Lucu juga, kadang inspirasi terbesar bukan datang dari tokoh-tokoh nasional atau motivator sekelas Merry Riana, melainkan dari teman terdekat sendiri.
Tujuannya tulisan ini bukan untuk
mencitra. Justru di sinilah letak kesalahan-kesalahan bakal kelihatan dan
terbitlah pelajaran untuk diri saya maupun orang lain. Bahkan jika ada seorang Recruiter perusahaan yang sedang saya
lamar sedang me-review blog saya dan
membaca tulisan ini lalu berubah pikiran untuk merekrut saya, itu tidak jadi
masalah. Saya tak ingin lari lagi dari kebenaran yang satu ini. Saya ikhlas.
Salah satu esensi dari berkarya adalah keikhlasan. Ikhlas mengeluarkan isi kepala dan ikhlas membiarkan cara orang menilainya.
November 2017
Sebuah keputusan terasa lebih bulat
dari bumi saya ambil saat itu. Memutuskan keluar sementara dari dunia jual beli
waktu. Melepas semuanya, keluar dari ‘setapak’ hanya untuk kembali ‘tersesat’.
Tidak menjual waktu dan tidak terikat dengan siapapun kecuali tetap menjadi
anggota di Kartu Keluarga (KK). Teman-teman geleng-geleng kepala. Orang tua
demokratis, seperti biasa. Dari dulu begitu.
“Zaman sekarang cari kerja itu
susah!” kata-kata itu tidak keluar
dari mulut siapapun, kecuali dari isi kepala saya sendiri. Kalimat yang
mengindikasikan rasa takut. Tapi perasaan lain yang lebih kuat rasanya
memenangkannya telak 3:1. Setelah teringat dialog orang-orang secara langsung
maupun di televisi sejak saya kecil, salah satunya dari sinetron ‘Si Doel Anak
Sekolahan’, saya baru sadar kalau kalimat tersebut diucap berulang-ulang oleh
manusia dari zaman ke zaman. Timbul pertanyaan, “Lalu sebenarnya zaman di tahun
berapa yang paling mudah cari pekerjaan?”. Agaknya kalimat tersebut dibuang
saja, tujuan pengucapannya terlalu dipaksakan.
Keputusan telah dibuat. Banyak
alasan saya ungkapkan, namun kesimpulan mengerucut pada satu alasan terbesar
yaitu merasa; ‘Hampa’. I get a job, not a
life. Saya merasa belum menemukan alasan pasti mengapa saya harus
melakukannya. Tapi ada satu kalimat yang pernah Ayah katakan kepada saya
adalah; “Cari apa yang menurutmu terbaik. Karena kamu yang jalani.” Hati saya
tertusuk rasanya mendengar ucapan tersebut. Betapa kepercayaan penuh atas
keputusan hidup saya ada di tangan saya sendiri.
Aku tak bisa berjanji untuk selalu berada di setapak yang benar, Ayah. Akan ada hari di mana aku tersesat dan berharap tak pernah lupa jalan pulang. Akan ada hari di mana orang-orang atau diriku sendiri lupa bahwa aku ada. Dan Tuhan, tolong jangan lepaskan hamba. Jangan biarkan hamba berjalan tanpa arah.
Itu saja? Ya. Terdengar sepele
namun cukup mematikan bagi kita yang mengerti bahwa tak ada perasaan yang lebih
mengerikan dibanding ‘Mati rasa’ atau ‘Tidak merasakan apa-apa’ yang
berkepanjangan. Mungkin perasaan itulah salah satu alasan orang yang kita pikir
kehidupannya sempurna, pesohor, cantik, dan kaya akhirnya memutuskan melarikan
diri ke narkoba hanya untuk merasa ‘lebih hidup’ lewat kehancuran.
Terlalu cepat menyerah? Mungkin
iya, terserah kamu saja. Tapi saya juga tak ingin merugikan perusahaan dengan
kinerja yang tidak maksimal. Kegagalan saya dalam mengelola perasaan saat itu
haruslah jadi pelajaran. Saya memang terlihat baik-baik saja, namun
sesungguhnya tengah krisis motivasi. Bahkan ketika hari ulang tahun saya tak
lama lagi tiba saat itu, saya meminta para sahabat untuk tidak membuat perayaan
apa-apa. Anggaplah tidak ada yang spesial seperti hari-hari biasanya. Saya tak
ingin merayakan ulang tahun untuk saya yang sedang tak mengenal dirinya
sendiri. Tapi kenyataannya mereka tetap bikin pesta kejutan bahkan sampai
begadang. Saya sangat amat berterima kasih dan mensyukurinya. Tapi andai mereka
tahu bahwa saat itu saya hanya ingin duduk bersama dan saling berbagi. Tak
perlu ada kue ulang tahun dan kejutan. Tak ada yang lain. Itu saja.
Tidak ada satu pun yang punya kemampuan menjadi apapun yang diinginkan, namun siapapun akan bisa menjadi apapun yang dikehendaki-Nya.-Rene Suhardono
Dan saya percaya bahwa ketika kita
memutuskan sesuatu dan itu benar-benar terjadi, artinya Tuhan telah
menghendakinya.
Pintu-Pintu Baru
Kita tak pernah menanamkan apa-apa. Kita takkan pernah kehilangan apa-apa.- Soe Hok Gie
Ketika satu pintu tertutup, maka
pintu-pintu lainnya terbuka. Dan saya telah menutup satu pintu untuk masuk ke
pintu-pintu lain yang dikehendaki-Nya. Saya bukan tipe orang yang
berlarut-larut dalam penyesalan. Ketika memang perasaan itu muncul menghantui
saya untuk keputusan ini, saya siap.
Bulan Desember menjadi salah satu
bulan terbaik pada tahun 2017. Indeks kebahagiannya mungkin salah satu yang
paling tinggi. Bulan ini merupakan bulan paling produktif secara independen dan
paling hidup sepanjang tahun 2017. Di bulan inilah saya kembali menemukan hidup
saya kembali. Tapi sayang, saya tidak tertarik untuk menceritakan ‘Desember
Ceria’ dalam tulisan ini.
Saya tidak mau menggurui dan
membenarkan seutuhnya keputusan saya untuk rehat sejenak. Tapi percayalah,
manusia butuh jeda untuk bisa bergerak. Sebagian hari-hari yang saya lewati sedikit
banyaknya mempertemukan saya dengan diri sendiri. Sebagian waktu saya habiskan
dengan membaca buku (sesuatu yang cukup lama tidak saya lakukan), mengobrol
dengan orang-orang baru, pergi jalan-jalan sendiri, menulis dan mengambil
pekerjaan freelance. Melalui
hari-hari itu saya mencari tahu sebenarnya apa yang sungguh saya ingin capai
dalam hidup dan cara apa yang harus dilakukan. Mengajak diri sendiri untuk
sama-sama berpikir, berkontemplasi, dan menikmati pilihan.
Staying or quiting is your personal choice. Passion-mu sudah tertanam di dalam dirimu. Tidak perlu dikejar. Justru mungkin harus berhenti sejenak, berdiam diri, berlatih mendengar suara hati, dan merasakan lentera jiwamu.-Rene Suhardono
Saya akan mengutip sebuah cerita
menarik dalam buku #UltimateU2 karya Rene Suhardono tentang pertanyaan Zen
master kepada muridnya: “Bagaimana membersihkan mata air yang keruh?”, maka
sang murid berkreasi dengan beragam jawaban seperti membuat saringan air,
mengalirkan air pada bak-bak penampungan dan seterusnya. Sang Zen master hanya
tertawa dan mengatakan bahwa cara paling efektif menjernihkan mata air adalah
dengan mendiamkannya. Dari cerita tersebut Rene berpendapat bahwa kejernihan
pikiran dan batin seseorang sepenuhnya berpulang pada diri sendiri. Ia
berpendapat bahwa sebaiknya manusia meluangkan waktu untuk memahami diri, untuk
memperoleh kejernihan pikiran dan kejelasan peran.
Manusia butuh pemikiran yang lebih pintar, atau lebih benar. Itulah sebabnya sebagian orang berbagi cerita bukan untuk sekedar dimaklumi dan disetujui. Tetapi ingin diajak berpikir bersama menemukan kejernihan. Yang terpenting adalah keikhlasan untuk menerima.
Semua keinginan yang dimiliki
milyaran manusia di muka bumi ini sah-sah saja pastinya. Seperti selayaknya
saya yang punya banyak keinginan. Tapi untuk menemukan makna dari masing-masing
keinginan tersebut memerlukan diskusi intrapersonal. Dan mencari tahu apakah
bila keinginan tersebut tercapai, akankah diimbangi oleh kepedulian kepada
selain diri sendiri?
Mungkin inilah yang orang-orang
sebut dengan masa pencarian life’s
purpose atau makna hidup. Meskipun beberapa orang butuh lebih dari setengah
umurnya untuk menemukan life’s Purpose
yang hendak dituju, namun saya percaya esensi life’s purpose terpecah ke dalam setiap babak kehidupan manusia
yang bermuara pada lautan makna bernama ‘Kebahagiaan’.
Pertemuan dengan orang-orang baru
juga kerap menciptakan jendela-jendela baru di dalam ruang pikiran.
Jendela-jendela itu punya caranya masing-masing untuk melihat dunia. Dan adalah
pekerjaan sia-sia untuk mendambakan kehidupan sempurna dari manusia di balik
jendela-jendela tersebut. Selalu ada badai yang berhasil masuk di tiap ruang
hidup mereka, dan tentu dengan bentuk ‘kerusakan’ yang berbeda-beda.
Ada yang kariernya luar biasa
sukses, harta dan properti berlimpah dimana-mana, tapi tak dikaruniai anak
kandung. Ada yang harmonis, punya banyak anak, tapi tidak berkelebihan harta.
Ada teman yang hidupnya berkecukupan, tapi tidak mendapatkan kesetiaan keluarga
dari Ayahnya sendiri. Ada yang beruntung bisa masuk Universitas Negeri, tapi
tak menikmati jurusan yang diambilnya karena berdalih punya pemikiran ‘asal
masuk PTN’ sehingga ketika lulus, bingung mau kemana. Ada yang sebenarnya mampu
membeli semua yang diinginkan, tapi harus rela menghindari banyak jenis makanan
enak. Ada teman yang cantik, tapi harus rela kehilangan nama baik. Serta cerita-cerita
lain yang membangunkan diri dari belenggu dogma-dogma klasik tentang esensi kesuksesan
dan kebahagiaan, yang dengan naifnya kerap mengucapkan kalimat; ‘Ah lu sih
enak!’
Tak ada satu pun manusia di planet bumi yang dibiarkan cuma jadi penonton. Setiap keluarga punya air matanya masing-masing. Setiap insan punya lukanya sendiri-sendiri.
Kontemplasi? Perlukah?
Perjalanan ‘berdiam diri’ membawa
kesempatan lebih luas untuk memahami diri sendiri dan orang-orang sekitar. Meskipun
perlu proses yang tidak sebentar untuk mendapatkan hasil yang sempurna,
setidaknya kontemplasi akan menjadi stimulus manusia untuk masuk ke ruang-ruang
asing dan berkenalan (kembali) dengan diri mereka, lalu memandang dunia dengan
cara-cara baru. Melalui proses ini, apakah saya telah mendapatkan semua
penggalan jawaban dari pertanyaan. “Who
am I?”, saat ini saya pikir tak ada cara yang lebih baik selain menjawabnya
lewat suara hati. Karena orang-orang tak perlu tahu, saya tak mau memaksakan
kehendak untuk selalu dimengerti, biarlah itu jadi urusan saya pribadi beserta
hasil-hasil apa saja yang telah saya peroleh. Segala kesalahan dan kekeliruan
dalam menentukan pilihanlah yang harus jadi pelajaran kita bersama.
Jika saya bercerita sekarang, maka itu akan membuat saya terlihat sedikit lebih baik. Dan beberapa lainnya terlihat lebih buruk sebenarnya. Maka saya lebih baik diam. Saya hanya akan bercerita kepada Tuhan, bersuara kepada yang berhak, berkata kepada diri sendiri, lalu diam kepada yang lainnya. Lalu biarkan seleksi Tuhan, bekerja pada hati setiap orang.- Nazril Irham
Perjalanan ini juga memberi
keberanian untuk berkata ‘tidak’. Sikap sederhana yang sering kita sepelekan
tapi ternyata kerap membawa kita ke dalam lubang kekacauan dan akhirnya keliru dengan
menyalahkan orang lain. Keberanian berkata ‘tidak’ juga ternyata memberi nilai
lebih pada jawaban ‘iya’, sehingga orang lain bisa mengerti bahwa ketika kita
mau melakukannya, itu artinya ada alasan kuat
di baliknya yang layak untuk dicoba. Buat saya, itu adalah salah satu
cara memahami diri sendiri dan apa yang sebenarnya dibutuhkan.
Saya hanya berharap tidak terkesan
menggurui melalui tulisan ini, atau secara langsung saat teman-teman berbagi cerita
kepada saya di waktu kemarin. Meskipun pada akhirnya teman-teman merasa begitu,
saya sangat minta maaf. Tulisan ini untuk semua orang, saya membebaskan
siapapun untuk menangkap makna versi pemahamannya masing-masing. Lalu apakah
kontemplasi memang amat diperlukan? Don’t
ask me, don’t ask anyone, but ask yourself!
Writing is never about knowing. It is about sharing and caring.-Rene Suhardono
ArenaDomino Partner Terbaik Untuk Permainan Kartu Anda!
BalasHapusHalo Bos! Selamat Datang di ( arenakartu.org )
Arenadomino Situs Judi online terpercaya | Dominoqq | Poker online
Daftar Arenadomino, Link Alternatif Arenadomino Agen Poker dan Domino Judi Online Terpercaya Di Asia
Daftar Dan Mainkan Sekarang Juga 1 ID Untuk Semua Game
ArenaDomino Merupakan Salah Satu Situs Terbesar Yang Menyediakan 9 Permainan Judi Online Seperti Domino Online Poker Indonesia,AduQQ & Masih Banyak Lain nya,Disini Anda Akan Nyaman Bermain :)
Game Terbaru : Perang Baccarat !!!
Promo :
- Bonus Rollingan 0,5%, Setiap Senin
- Bonus Referral 20% (10%+10%), Seumur Hidup
Wa :+855964967353
Line : arena_01
WeChat : arenadomino
Yahoo! : arenadomino
Situs Login : arenakartu.org
Kini Hadir Deposit via Pulsa Telkomsel / XL ( Online 24 Jam )
Min. DEPO & WD Rp 20.000,-
INFO PENTING !!!
Untuk Kenyamanan Deposit, SANGAT DISARANKAN Untuk Melihat Kembali Rekening Kami Yang Aktif Sebelum Melakukan DEPOSIT di Menu SETOR DANA.