Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Karena Covid-19, Ramai Sepi Milik Bersama

Seberapa jauh dari sini Tembok-tembok ini tak berarti Asal kulihat senyummu hari ini Mendengar keluhmu malam nanti Saat semua tak jelas arahnya Kita hanya punya bersama Lewati curam terjalnya dunia Ramai sepi ini milik bersama Ramai sepi ini milik bersama Kita sama-sama takkan kemana Selama kau ada, aku tak apa Apapun yang terjadi tidak apa Melihat tawa, tangis dan isak Mendengar kabar berbagai macamnya Kali ini kita belajar banyak Yang runtuh kita ulangi nantinya Saat semua tak jelas arahnya Kita hanya punya bersama Lewati curam terjalnya dunia Ramai sepi ini milik bersama Saat terasa berat-beratnya Ku tahu kau pun berjuang juga Hadapi semuanya langsung di muka Apapun yang terjadi tidak apa Setiap hari ku bersyukur, melihatmu Berselimut harapan Berbekal cerita Saat semua tak jelas arahnya Kita hanya punya bersama Lewati curam terjalnya dunia Ramai sepi ini milik bersama Ramai sepi ini milik bersama Kit

Teluk Kiluan dan Manajemen Ekspektasi

Setiap perjalanan mengajarkan setidaknya satu hal, dua hal atau lebih banyak hal. Tergantung mata kita mau melihat pelajaran itu atau mengabaikannya. Januari 2020, Aku, Rima, Une dan Mersa memutuskan untuk liburan bersama ke Teluk Kiluan dalam rangka liburan tahun baru sekaligus jalan-jalan perpisahan dengan Rima yang akan pulang duluan dari Lampung sebelum kami menyusul di bulan April. Teluk Kiluan terkenal dengan atraksi lumba-lumba mencari makan di pagi hari. Tempat ini adalah primadona yang tak kalah indahnya dengan pamor Pulau Pahawang di Lampung. Tak heran kalau teluk ini jadi salah satu destinasi yang menarik perhatian kami. Tujuannya tentu saja, ingin melihat gerombolan lumba-lumba secara langsung juga. Kami sampai di Teluk Kiluan pada malam hari setelah sebelumnya berwisata ke Taman Nasional Way Kambas. Teluk Kiluan terletak di Kabupaten Tenggamus, Lampung. Pada tahun 2016 aku pernah sekedar lewat Tenggamus untuk menuju Pantai Gigi Hiu di Kalumbayan. Jalan menuju

Tentang Memotret Manusia

Hai, malam ini aku lagi pengen ngomongin soal fotografi. Bidang yang sudah cukup lama aku selingkuhi beberapa tahun belakangan. Dulu, jangan tanya tingkat kesukaanku akan fotografi, Maniak! Dan jurusan Ilmu Komunikasi yang kuambil cukup mendukung mengembangkan pengetahuan di bidang ini. Aku mulai tertarik fotografi sejak SMA, tepatnya sejak dibelikan Nokia Lumia oleh Ayah. Kameranya yang bagus dan clear membuatku sering memotret dengan handphone yang hits di jamannya itu. Lalu, hobi ini juga yang sedikit banyaknya mempengaruhiku mengambil jurusan Ilmu Komunikasi. Di semester 3 Ayah membelikanku kamera Canon DSLR 600D untuk ngerjain tugas biar nggak pinjam terus. Wah, senangnya bukan main sampai kubawa setiap hari. Hampir tak ada sunset indah yang aku lewatkan sepulang kuliah. Koleksi foto matahariku sudah tak terhitung waktu itu. Kamera adalah mataku yang lain, begitulah aku menyebutnya. Kalau nggak bawa, dirasa ada yang kurang. Nah karena dikenal teman-teman aku suka memo

Sekhuit Lampung dan Makna Kebersamaan

9 bulan tinggal di Lampung membuatku sedikit banyaknya belajar tentang adat dan budaya tanah gajah itu. Tak terkecuali makanannya. Sekhuit adalah makanan khas Lampung favoritku. Sebetulnya ada beberapa jenis Sekhuit yaitu sekhuit sambel terasi, sekhuit sambal mangga hingga sekhuit sambal tempoyak.   Yang paling kusuka sejauh ini adalah sekhuit sambal terasi. Sekhuit Lampung adalah makanan campuran yang terdiri dari suwiran ikan bakar, daun kemangi dan terong bakar yang diaduk bersama sambel terasi yang sudah diulek terlebih dahulu. Sambelnya kurang mantep jika terlalu halus, seleraku lebih senang jika ulekannya agak kasar sehingga cabe rawit dan tomat cherry di dalamnya masih bisa dirasakan teksturnya. Setelah selesai peras jeruk limau secukupnya di atas adukan bahan tadi untuk menambah sensasi segar. Aku lebih suka kalau sekhuit tidak dipindahkan ke piring melainkan diambil langsung dari ulekan. Terasa lebih eksklusif. Aih, mantap betul makanan ini disantap dengan nasi pulen

Belajar Seni Melepaskan dari Gobind Vashdev Part II

Sumber foto : Maimilu Ini adalah artikel lanjutan dari tulisan  https://travelosofi.blogspot.com/2020/04/belajar-seni-melepaskan-dari-gobind.html  Selamat menikmati segala yang tersedia apa adanya. 5.        Setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah sekolah dan setiap jam adalah jam belajar Setiap orang adalah guru dan ada dua guru. Satu adalah orang yang selalu kita unggulkan dan kagumi seperti juru dakwa pembicara, motivator. Sebetulnya itu guru kecil, guru teori seperti saya ini. Tapi ada guru lain yaitu guru praktek yang membuat kita sulit dan sebagainya. Kahlil Gibran itu pernah mengatakan, “Saya belajar mendengar dari yang cerewet, saya belajar toleran dari yang tidak toleran dan saya belajar baik daripada yang jahat tapi anehnya saya tidak pernah berterima kasih pada guru-guru saya. “ Seorang Budha juga pernah mengatakan bahwa; “Pada akhirnya kita akan sangat-sangat berterima kasih pada orang yang membuat hidup kita sulit karena mereka adalah guru s