Langsung ke konten utama

Menjalani Perjalanan




Semua ada massanya, kata Raka
Satiap akhir adalah awal untuk sesuatu yang baru, kata Sasmita
Tak usah berlebihan, kata Amanda
Namun kita manusia, memberi rasa pada kejadian adalah sewajarnya, kata hatiku

April 2020, aku sampai (lagi) di persimpangan yang baru setelah 9 bulan perjalanan singkat sekaligus panjang berhasil tidak berhasil, melahirkan aku yang baru, semoga.

Juli, 2019 aku pertama kalinya pergi pamit keluar pulau Jawa bukan untuk traveling tapi merantau ke tanah Sumatera, tepatnya ke Provinsi Lampung. There is always a first time untuk setiap hal termasuk merantau bagiku. Aku pergi membawa bekal bayang-bayang yang terbentuk dari cerita teman-teman yang sudah pernah melakukannya. Hidup penuh keterbatasan namun ditawarkan keluarga dan saudara-saudara baru, rasa rindu akan keluarga dan kota kelahiran akan siap jadi hantu, serta bayangan-bayangan lain yang tak bisa kujabarkan satu-satu.

Bagaimana rasanya merantau?

Hmm, sebetulnya aku bingung kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini. Semuanya berjalan begitu saja dan 9 bulan terasa cukup singkat bagiku. Kata orang, kalau waktu terasa berjalan singkat, artinya kita melaluinya dengan perasaan bahagia. Lebih tepatnya semua lika-liku roller coaster kehidupan selama merantau amat kunikmati.

Satu per-satu bayang-bayang dulu aku rasakan. Mulai dari merasa punya keluarga baru entah dari tempat penempatan, tetangga maupun stakeholder pekerjaan, hingga merasakan rindu akan keluarga dan rumah. Tapi salah satu yang terpenting bagiku adalah, “aku menemukan dan mengenal bagian-bagian diriku yang baru”.

Aku si Singletasking

Dasar aku! Hidup selama ini kemana aja kok baru tahu kalau diri sendiri itu Singletasking, aih!

Beberapa tahun terakhir aku sempat stress karena merasa ada yang aneh dengan diriku. Aku merasa pikiranku tak beraturan. Pikiranku tidak lagi mengenal tubuhku, dan tubuhku enggan mengenali pikiranku. Banyak hal tak bisa kukerjakan dengan baik apalagi jika dikerjakan bersamaan. Tak selesai dan tak maksimal. Aku merasa kehilangan fokus dan pikiran mudah terasa lelah.

Hal ini juga yang masih kualami di penempatan. Rupanya, dua teman serumahku menyadari hal ini. Aku tak bisa diganggu ketika mengerjakan sesuatu. Misalnya ketika membalas pesan whatsapp, aku takkan bisa maksimal untuk mendengarkan curhatan atau pertanyaan teman. Temanku takkan dapat jawaban memuaskan kecuali aku tinggalkan dulu pesan whatsapp itu untuk fokus mendengarkan pembicaraannya.

Seringnya kawan-kawan sepenempatanku merasakan hal itu, membuat kita semua sadar bahwa aku adalah seorang Singletasking dan aku tak boleh terdistract apapun jika ingin maksimal dalam mengerjakan sesuatu. Aku kesulitan mengerjakan banyak hal dalam waktu bersamaan. Selama ini mungkin banyak temanku yang menyadarinya namun tak mengerti secara pasti apa yang terjadi. Beruntunglah aku memiliki kawan sepenempatan yang jeli melihat hal ini dan tak segan menegur.

Belajar Dealing, Menerima selapang-lapangnya

Dalam kehidupan banyak sekali hal-hal yang berjalan di luar kendali dan kita belum tentu siap bereaksi sebaik-baiknya atas hal tersebut yang akhirnya menyebabkan kita menolak atau denial. Denial yang terus menerus membuat semuanya menjadi lebih sulit dan pikiran menjadi terganggu. Lebih parahnya lagi, tanpa disadari kita akan memiliki luka batin yang lama sembuh. Aku 9 bulan yang lalu, hobi sekali melakukan penolakan.

Di perantauan, aku memiliki banyak ruang untuk belajar sekaligus berpikir. Termasuk belajar hidup bersama orang baru yang menjadi keluarga terdekat khususnya teman-teman sepenempatanku. Beragam kekecewaan di masa lalu membuatku sangat berjaga-jaga dengan orang asing dan memanajemen ekspektasi sebisa mungkin. Aku menciptakan tembok besar untuk beberapa hal sehingga tercipta batas yang sangat jelas terasa. Aku tak ingin berharap banyak, karena tak ingin rasa sakitnya juga banyak.

Kebiasaan seperti ini rupanya tak bagus juga. Kita akan menghalangi pelajaran-pelajaran baru hadir dalam hidup. Kita takkan pernah bisa menghindar dari rasa sakit karena semua rasa sudah jadi satu paket combo yang harus ditelan manusia seumur hidup. Kita tak bisa terus-terusan statis di kehidupan yang begitu dinamis. 2 kawan penempatanku amat berpengaruh membuatku belajar soal seni “menerima” ini. Kita bertiga sama-sama menjadi guru dan murid satu sama lain. Dan aku belajar seni menerima dari mereka yang sudah belajar sebelumnya.

Aku belajar mengakui kalau aku sedang tidak baik-baik saja karena tak semua hal berjalan dengan sempurna. Aku belajar mengakui kalau aku marah dan kecewa. Aku belajar mengakui bahwa aku tak terima. Lalu, aku harus harus belajar menerima bahwa semua perasaan-perasaan itu ada dan nyata serta berkecamuk dalam hati jika sesuatu yang tak sesuai keinginan terjadi. Jika sedang begini, aku biasanya hanya ingin sendirian, berpikir sampai tertidur lalu terbangun dengan sesak yang terasa lebih ringan dari sebelumnya. Lalu hidup berjalan seperti biasanya lagi. Aku lakukan hal ini berulang-ulang bak latihan menikmati perang intra-personal. Bagai obat, pahitnya semua perasaan-perasaan itu pelan-pelan sekaligus mengobati luka batinku.

Belajar mengkomunikasikan ke-tidak-baik-baik-saja-an adalah urusan lain. Bagiku, jika semua sudah selesai dalam diriku sendiri, tak perlu lah dibawa sampai keluar pintu dada kecuali untuk hal-hal yang sifatnya mendesak dan penting untuk diutarakan. Belajar menerima ketidakpastian hidup membuat perjalanan menjadi lebih ringan dan mudah.

Me-Manajemen Energi

Pernah merasa malas untuk bicara dan tak punya ide apa-apa untuk dibicarakan? Pernah merasa lelah bertemu orang-orang? Pernah merasa lelah saat mendengarkan? Selamat, itu artinya kita sedang kehabisan energi.

Pekerjaanku selama di perantauan adalah menjadi seorang pekerja lapangan dan bertemu orang-orang yang berbeda setiap harinya. Pekerjaan ini mengharuskan aku untuk memiliki energi lebih untuk “melayani”dan berbicara dengan banyak orang.

Dulu aku kuliah jurusan Ilmu Komunikasi, namun baru sekarang tahu kalau bicara dengan banyak orang seharian terasa begitu melelahkan. Ditambah kita bertemu dengan orang-orang karakter dan latar belakang yang berbeda-beda. Aku diharuskan selalu on jiwa raga dan jadi pendengar yang baik sekaligus responsif. Jika sudah on seharian lalu pulang ke rumah kost, rasanya hanya ingin rebahan lalu tertidur pulas.

Hal inilah yang membuatku sadar bahwa penting bagi kita untuk belajar mengelola energi sehingga tidak terlalu sering memaksakan sesuatu. Jika pikiran sedang merasa sangat lelah, aku lebih memilih untuk menunda pertemuan karena sangat tak nyaman harus berinteraksi dengan penuh keterpaksaan. Tentu hal ini bisa dilakukan jika pertemuannya tidak bersifat janji dan mendesak. Semuanya akan menjadi tidak maksimal dan kita harus ingat bahwa, tidak semua orang bisa kita bahagiakan.

Membicarakan soal ini, bukan berarti aku tak bahagia melakukannya. Aku sangat menikmati setiap proses interaksi baik dengan orang tua maupun anak-anak. semua terasa begitu menyenangkan. hanya saja butuh seni mengelola energi supaya semua berjalan lebih manis lagi.

Selama di perantauan, aku tak menyangka akan belajar untuk memanajemen energi dan menentukan prioritas. Meskipun belum sempurna, kuharap proses belajar ini tidak akan berhenti.

Bagiku, 9 bulan kemarin  bukanlah sebuah perjalanan biasa melainkan perjalanan hati, jiwa dan pikiran. Aku mengerti bahwa sudah sepatutnya kita harus memilih tempat yang bisa mendorong kita untuk berkembang. Selalu mendorong kita untuk belajar. Semua orang adalah murid dan semua orang adalah guru, namun tidak semua tempat duduk ada di kelas yang tepat.

Terlepas dari esensi merantau adalah belajar soal kemandirian, bagiku merantau punya arti intrapersonal dan antar-personal yang dampaknya melebihi bayanganku sendiri.

9  bulan belum cukup bagiku, semoga bisa menemukan “kereta” selanjutnya yang bisa membawaku ke stasiun lain dan turun sebagai orang yang lebih baik lagi.

Bisa bersambung, bisa tidak ...



Komentar

  1. ArenaDomino Partner Terbaik Untuk Permainan Kartu Anda!
    Halo Bos! Selamat Datang di ( arenakartu.org )
    Arenadomino Situs Judi online terpercaya | Dominoqq | Poker online
    Daftar Arenadomino, Link Alternatif Arenadomino Agen Poker dan Domino Judi Online Terpercaya Di Asia
    Daftar Dan Mainkan Sekarang Juga 1 ID Untuk Semua Game
    ArenaDomino Merupakan Salah Satu Situs Terbesar Yang Menyediakan 9 Permainan Judi Online Seperti Domino Online Poker Indonesia,AduQQ & Masih Banyak Lain nya,Disini Anda Akan Nyaman Bermain :)

    Game Terbaru : Perang Baccarat !!!

    Promo :
    - Bonus Rollingan 0,5%, Setiap Senin
    - Bonus Referral 20% (10%+10%), Seumur Hidup


    Wa :+855964967353
    Line : arena_01
    WeChat : arenadomino
    Yahoo! : arenadomino

    Situs Login : arenakartu.org

    Kini Hadir Deposit via Pulsa Telkomsel / XL ( Online 24 Jam )
    Min. DEPO & WD Rp 20.000,-

    INFO PENTING !!!
    Untuk Kenyamanan Deposit, SANGAT DISARANKAN Untuk Melihat Kembali Rekening Kami Yang Aktif Sebelum Melakukan DEPOSIT di Menu SETOR DANA.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Nasi Ketan Kuning

Dokpri Pengalaman jadi anak kost untuk pertama kalinya ketika merantau ke Lampung selama 9 bulan membuatku sehari-hari terbiasa menyiapkan makanan sendiri. Kebetulan di kosan setiap hari selalu masak karena aku dan kawan kost tak terlalu tertarik dengan menu makanan yang dijual di luar. Selain itu, hemat juga kaaann. Nah seringnya masak membuat pelan-pelan aku terdorong mencoba menu-menu baru. Salah satunya ketika diberi beras ketan oleh ibu guru. Awalnya bingung mau diapakan, akhirnya karena aku suka kunyit, kenapa tak kubikin ketan kuning saja, pikirku. Hari itu pun tiba, tapi aku tak ingin bahas tutorial cara membuat nasi ketan kuning karena infonya sudah tak terhitung di Om Google. Yang menarik untukku adalah, aku menemukan satu makna tersembunyi dari makanan yang satu ini. Begini ceritanya ... Awalnya aku membuat nasi ketan kuning sedikit terlebih dahulu sebagai tahap awal percobaan. Hasilnya? Enak tapi terlalu lembek. Pelajarannya adalah, jumlah airnya harus aku kur...

Jaling, Lalapan Super dari Lampung

Kenalkan. Ini adalah Jaling. Lalapan yang katanya masih satu geng dengan jengkol dan Pete. Aku menemukan ini pertama kali di Lampung ketika diajak makan bersama oleh Kantor di sebuah rumah makan dan kedua kalinya ketika makan bersama dengan kader Posyandu. Katanya, ini adalah lalapan khas Lampung. Aku dari kecil tidak dibiasakan orang tua makan Pete dan jengkol entah kenapa, sehingga sampai sekarang aku jadi nggak suka rasanya. Teman-teman suka meledek, "Sunda macam apa kamu nggak suka makan Pete jengkol." Hahaha oke-oke emang agak nggak sesuai sama orang Sunda kebanyakan ya. Jadi nggak heran kalau aku juga nggak suka dengan Jaling ini. Waktu itu diminta nyoba oleh Kader, kuicip dengan menggigit sedikit dan rasanya ... Wow ... Lebih tidak enak dari jengkol buatku. Ditambah aromanya yang jauh lebih menyengat berkali-kali lipat. Si Jaling ini masuk daftar lalapan yang belum cocok mampir di lidahku. Tapi terlepas dari itu, aku selalu senang bertemu makanan khas yang jar...

Belajar Seni Melepaskan dari Gobind Vashdev Part I

Sumber foto : treindonesia Mendengarkan podcast, hobi baruku hampir setahun belakangan ini untuk mengisi waktu luang. Kadang kuputar sambil bersiap menuju tempat kerja atau sambil setrika baju, berkebun atau bahkan sambil masak. Salah satu podcast yang paling banyak kuputar adalah Podcast Inspigo : Inspiration on the Go dengan tema random mulai dari karir, percintaan, finansial dan lain-lain tapi tema kesukaanku adalah tentang Mindfulness. Podcast bagiku sangat membantu membuka perspektif-perspektif baru dan berlatih memahami ide dan sudut pandang orang lain yang mungkin bisa turut mempengaruhi sudut pandang kita. Salah satu yang paling berkesan bagiku adalah Podcast dengan narasumber Gobind Vashdev, seorang pria berdarah india yang berprofesi sebagai penulis dan pelatih self healing. Dia sebetulnya lebih senang dipanggil sebagai Heartworker atau pekerja hati. Aku tak tahu siapa dia sebetulnya. Baru kenalan dengannya 2 hari yang lalu ketika aku mendengarkan Inspigo sambil ber...