“Mbak Tya udah sampai
Mentawai beluummmm? Fotoin dong hehehe”.
“Cuaca ga mendukung. Ujan mulu. Mana kapalnya
terbatas pula harinya. Ini lagi di Lembah Harau.”
[Send Photo Lembah Harau]
![]() |
Dokumentasi oleh @tyarizal29 |
“Waahhh di situ juga
menawan mbak.”(+ emot mata lope lope)
Percakapan
singkat lewat whatsapp tersebut berhasil bikin saya mupeng pengen nyusul
terbang bersama mimi peri buat ngopi di bawah kabut yang bersliweran di Lembah
Harau Sumatera Barat sore itu bersama Mbak Tya, rekan kerja saya di Dinas
Lingkungan Hidup Kab. Bogor. Ajakannya dua minggu lalu ke Mentawai untuk
mengikuti agenda pemberdayaan masyarakat di sana terpaksa saya tepis karena
situasi kantong yang sedang tak mendukung untuk ngetrip sejauh itu.
“Ikut aja, cukup
sediain bajet buat tiket pesawat PP. Kehidupan di sana tenang deh gampang. Nanti
banyak teman-teman Tya.” Bujuknya.
Buat saya yang orangnya BJBJ (Bentar Jajan Bentar Jajan), cuma bawa bajet tiket PP saja ke Mentawai bagaikan memulai peperangan batin tanpa kepercayaan diri untuk bisa menang (Nggak bisaaa ngetrip tanpa jajaaaaannn akutuuu). Apalagi untuk trip dalam jangka waktu panjang, duh nabung dulu sebaiknya. And finally, i said NO. Sorry Mbak Tya.
But, seriously
(Inggris dikit lah biar kayak anak Jaksel) saya masih penasaran dengan
Mentawai. Beberapa kali saya tanya kabar kepada Mbak Tya soal perjalanannya,
hingga pada suatu pagi kemudian chatnya muncul di Whatsapp saya;
[Send photo seorang lelaki tua yang
sedang berdiri menyamping di samping tendanya]
![]() |
Dokumentasi oleh @tyarizal29 |
“Azizah tau siapa om itu?”
Dengan polos saya menjawab “Gatau mbak. Siapa itu? Hehehe”
“Om Don. Coba cari tau. Don Hasman.”
“Oke mbak.”
Saya memang sama sekali nggak tau
siapa itu Om Don. Saya cukup penasaran dan memang berniat googling tentang
beliau, tapi nanti sajalah setelah selesai cuci motor (saya balas pesan
chat ketika break minum ketika sedang cuci motor di belakang
rumah). Awalnya benak saya menebak, “Pasti
Om Don salah satu traveler terkenal lainnya yang belum kucari tahu seluk
beluknya. Tapi nanti dek dicek lagi.”
Selesai mencuci motor (dan belum
mandi), saya istirahat sebentar sambil googling siapa itu Don Hasman.
![]() |
Sumber : Google |
Aaaaannnnddd ... Google told me who is
Don Hasman. He is the one of Craziest Traveler and Photographer from Indonesia!
Saya langsung excited!!!
Tebakan saya tidak sepenuhnya salah, beliau memang
seorang traveler, namun tidak juga sepenuhnya benar, karena ternyata beliau
juga sekaligus seorang fotografer legendaris Indonesia. Kok bisa saya nggak tau
Don Hasman? “Elu sih Zah, nongkronginnya cuma
kontennya Barry Kusuma sama Arbain Rambey doang! Kurang bacaaa, kurang bacaaa!”
(Teriak dalam hati memaki diri sendiri).
Dari beberapa ulasan tentang Om Don
yang bisa teman-teman googling sendiri, yang paling menarik perhatian saya
adalah kegilaannya dalam melakukan perjalanan sekaligus menekuni bidang
fotografi. Om Don tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang berhasil
mendaki Gunung Himalaya pada tahun 1976. Proses perjalanan menuju basecamp
pendakian ke Nepal ditempuh menggunakan mobil dari Inggris selama 3 bulan. Speechless nggak tuh?
Salah satu wawancara yang cukup seru adalah
ketika Om Don diwawancarai oleh NET TV dalam program Sarah Sechan. Siapa
sangka, dari semua destinasi menawan di seluruh dunia yang pernah dikunjunginya,
hatinya terpatri paling dalam di kehidupan masyarakat Suku Baduy Dalam di
Banten, Jawa Barat.
“Karena kalau di Baduy itu kalau Anda pergi ke Baduy dalamnya, itu time
machine-nya itu mundur 2000 tahun. Kalau kita ke sana (suasananya) sebelum
masehi itu. Sampai sekarang. Apa yang Anda lihat, apa yang Anda saksikan itu ya
pertistiwa yang 2000 tahun lalu, tetap sama. Dan yang paling jujur, sedunia.”Ujarnya.
Selain menggunakan kamera, kecintaannya
pada Suku Baduy juga diabadikan melalui buku bertajuk “The Baduy People”. Butuh 37 tahun dan lebih dari 500 kali
kunjungan baginya untuk membekukan lalu kemudian membukukan apa yang dilihatnya
dengan mata dan hatinya. Saya selalu kagum
dengan orang-orang yang punya dedikasi ‘tidak biasa’ dalam menempuh ‘perjalanan
membuat karya’, terutama soal waktu pengerjaan. 37 tahun tentu menghasilkan riset
yang sulit ‘meleset’.
Beragam penghargaan pun berhasil Om
Don raih selama perjalanan karirnya di dunia fotografi, di antaranya adalah
penghargaan Juara I Trofi Adinegoro untuk bidang foto jurnalistik (1988), 100 Famous Photographer in the World (2000),
dan Anugerah Penghargaan Sebagai Pelestari dan Pengembang Warisan Budaya Indonesia
dari Presiden (2000).
Keren banget!
Cukup puas berselancar di dunia maya
mencari tahu tentang seorang Don Hasman lalu terkagum-kagum oleh kisahnya, saya
pun langsung mampir ke aplikasi Whatsapp lalu mengetik satu kalimat chat kepada
Mbak Tya. “Mbak, salamin sama Om Don ya
hehe.”
Suara Penyemangat dari
Lembah Harau
Selesai Googling tentang Om Don, saya
pun mandi lalu melaksanakan shalat dhuha. Sejak pagi, sebetulnya ada hal yang
cukup mengganggu pikiran saya, pikiran yang cukup membuat hati saya sedih
terasa. Masih memakai mukena, saya merebahkan diri di atas sajadah. Mungkin lebih
tepatnya merebahkan jiwa.
Cukup lama, entahlah.
Sampai tiba waktunya handphone saya berdering.
“Assalamualaykum Zah.
Lagi ngapain?”
Suara Mbak Tya dari pulau seberang jelas terdengar lewat
telepon genggam.
“Waalaykumsalam Mbak.
Baru selesai shalat, kenapa?”
“Ini ada yang mau
ngomong.”
Hah? Ada yang mau ngomong? Siapa? Saya bertanya-tanya.
“Halo Assalamualaykum
Azizah. Ini saya Don Hasman.”
Suara pria berumur kepala tujuh itu terdengar 3 kali lebih
nyaring dari suara Mbak Tya. Suaranya terdengar penuh energi dan semangat. Seolah
ia berbicara sambil tersenyum lebar.
“Waalaykumsalam. Hah?
Om Don?”
“Iya Azizah. Saya terima
kasih sekali atas salamnya ya. Nanti kita bertemu. Kamu dan Tya di Jakarta kan?
Lokasi saya dekat dari Jakarta.”
“Oh iya, saya yang
terima kasih Om. Saya dan Mbak Tya di Bogor.”
“Oh dekat dengan saya.
Saya di Depok nanti ketemu ya sama Tya juga. Kita bisa bertemu di Stasiun
Citayam, sama apalagi tuh satu lagi stasiunnya.”
“Bojong Gede, Om.”
“Oh iya. Nanti kita
ketemu ya.”
“Wah, mau bangeeeettt
Om. Om ada di Depok tanggal berapa?”
“Saya pulang tanggal
30. Nanti kamu bawa laptop saya bawa laptop. Kita ngobrol sama-sama. Nanti saya
bawa materi. Saya ajak kamu keliling dunia melalui laptop saya ya.”
“Siap Om, terima kasih
banyak. Saya mau banget.”
“Tetap semangat ya
Azizah. Terus dirikan shalat.”
“Insya Allah Om. Terima
kasih banyak. Sehat terus.”
“Sama-sama. Saya terima
kasih juga atas salamnya ya.”
Saya tidak mengingat semua percakapan dengan Om Don karena
jujur cukup speechless setelah
diajaknya bertemu dan berkeliling dunia melalui foto-foto hasil jepretannya
selama traveling. Baru lagi merasakan seperti ini, ditelpon orang nggak tahu
harus ngomong apa.
Telepon pun disambung oleh Mbak Tya. Katanya dia lagi makan
bareng sama Om Don. Saya tiba-tiba cemburu begitu saja. Ingin sekali ada di
posisi yang sama.
“Mbak Tya lagi ngapain
di sana sama Om Don. Program barengkah? Atau nggak sengaja ketemu?”
Tanya saya penasaran.
(Pertanyaan ini belum terjawab dengan jelas)
Kamipun menyambung percakapan via chat Whatsapp.
“Aku seneng banget
Mbak. Makasiiihhh.”
“Sama-sama. Om Don juga
seneng. Makanya tadi nanya, bisa langsung ditelpon ga.”
“Wawww kirain aku mbak
yang inisiatif telpon langsung.”
“Aku cuma nunjukin wa
ini trus kata dia coba bisa telpon langsung.”
Bibir saya auto senyum-senyum sendiri membaca chat dari Mbak Tya.
Lalu bertanya-tanya dalam hati, “Apakah
Om Don selalu sebaik ini? bahkan untuk orang-orang yang belum dikenalnya
sekalipun?”
Bisa jadi.
Tapi satu hal yang terasa setelah ngobrol singkat dengan Om
Don adalah bagaimana ia seolah berhasil men-charge
semangat saya entah bagaimana cara kerjanya. Suaranya yang penuh semangat
dan energi positif berhasil membuat bibir dan hati saya tersenyum lebar begitu
saja, bahkan beberapa jam setelahnya ketika saya menuliskan cerita pendek ini.
Dan terlepas dari itu semua, ada sesuatu yang terasa romantis di hati saya. Yaitu
bagaimana Allah punya cara yang tak terbatas dan tak dapat diterka untuk
menghibur hambanya yang sedang bersedih. Dan kali ini, lewat telepon singkat
dari seseorang yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Seorang Don Hasman
yang ramah dan rendah hati. Segala puji bagi-Mu ya Tuhanku. Alhamdulillah.
“Janganlah kamu lemah,
dan janganlah (pula) kamu bersedih hati.” (Qur’an 3 : 139)
Dan
dari Lembah Harau
Kau
tepis suara jiwaku yang parau
Komentar
Posting Komentar