Langsung ke konten utama

Pengalaman Menyaksikan Fenomena 'Super Blue Blood Moon'


31 Januari 2018 digadang-gadang bakal terjadi fenomena alam 'Super Blue Blood Moon' yang bisa disaksikan warga planet bumi. Namun dalam tulisan ini saya tidak akan menjelaskan apa itu Super Blue Blood Moon secara rinci, karena media massa tentu sudah menyampaikannya dengan cara yang jauh lebih baik. Dengan kata lain, saya hanya akan pengalaman pribadi saya saat menyaksikan fenomena langka tersebut.

Dimulai pukul 11 siang kemarin, saya bergegas membawa kamera Canon kesayangan ke rumah teman saya Mutiara Cynthia, di Desa Gunung Bunder Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Tak jauh dari rumah saya, hanya 10 menit. Sebelumnya kami memang sudah bikin janji untuk bertemu, tapi niat jadi bertambah untuk mengajak Mutiara menonton fenomena 'Super Blue Blood Moon' pada malam harinya. Sebelumnya, Kami ngobrol ngalor ngidul sambil menonton film Bad Genius dan Never Say Goodbye di televisi layar datar miliknya sampai tak terasa hari semakin sore. Tak lama, keluarlah ajakan dari mulut saya yang saat itu sambil mengunyah cemilan Biskies Rasa Cokelat.

“Mut, nonton gerhana yuk tar malem”

“Hayuk! Dimane zah?”

“Tempat kemaren aja.” 
  
Alhamdulillah Muty kelihatan bersemangat. Untung saja ia belum menikah dan tidak sedang hamil. Karena ada mitos yang berkembang waktu saya kecil yaitu bahwa ibu hamil dilarang keluar rumah dan melihat Gerhana Bulan. Nanti katanya tubuh si bayi sebelah hitam sebelah putih ketika lahir. Kamu tidak percaya? Saya juga.

Berangkatlah kami sehabis maghrib menuju tempat tujuan. Sebuah tanah lapang yang luasnya kurang dari 500 meter persegi. Letaknya tak jauh dari rumah Mutiara, di Desa Gunung Bunder 2 Kecamatan Pamijahan. Kami pernah menyaksikan matahari terbenam di sana setelah sebelumnya puas bermandi udara segar di Hutan Pinus Gunung Salak. Atau saya yang beberapa kali pergi ke sana sendiri, hanya untuk menikmati matahari terbit, dan memandang Kota Metropolitan dari kejauhan. Belakangan kami tahu, warga menamai tempat tersebut Panorama DC. Entah DC itu akronim dari kata apa. Dadang Cecep-kah? Duda Cibening-kah? Duo Cibi-kah? Lalu apa lagi, ya? Ah, sudahlah.

Tapi sayang, pukul 7 malam saat itu, Gerhana Bulan belum menunjukkan taringnya kepada kami. Akhirnya kami memutuskan makan ayam penyet di warung seorang kawan SMP di Desa Cibening. Sambil nostalgia mengenang masa-masa dahulu, kami mengobrol ngalor ngidul, saya tak banyak bicara saat itu, hanya kawan SMP kami yang kelihatan bersemangat berbagi cerita. Anaknya sudah mau dua, yang kedua masih di dalam kandungan yang berumur delapan bulan. Aura ibu-ibunya kental terasa saat ia bicara, terdengar lucu sesekali. Apalagi saat ia membicarakan temannya yang baru saja ditinggal suaminya, teman yang sebenarnya batang hidungnya pun belum pernah saya lihat sama sekali selama hidup di bumi.
Setiap manusia memberi warna dalam hidup. Akui saja, begitulah kenyataannya
Tak terasa sudah pukul setengah sembilan. Kami bergegas pergi ke tempat semula. Tak lama, di perjalanan, saat motor saya laju lumayan pelan, Mutiara berteriak di belakang sambil menunjuk ke atas.



“Zah, zah, zah itu liaaattt. Bulannya merah gitu Zaaaaaah!!!”

Suaranya yang cukup keras membuat mata saya refleks melihat ke arah yang sama.

“Iya bener bener bener muuuttt!!!”

Respon saya dengan nada suara greget dan ya, nggak kalah keras dari suara Muty.

Nggak lama setelah itu, sekelompok anak muda yang sedang menonton gerhana di pinggir jalan kompak meneriaki kami.

“Yeeeeeeeeeeeeeeeee ... !!!”

Tawa kami pecah saat itu juga, di Jalan Cibening yang lengang dan tak terlalu terang. Kami merasa malu sekaligus terhibur. Terbayang, tingkah kami di atas motor yang membuat mereka menyoraki dengan begitu kerasnya.

Jam 9 malam kami sampai di Panorama DC. Kalau malam, di sana kami bisa melihat hamparan pemukiman Kota Bogor dari ketinggian. Ada bangku panjang kecil yang terbuat dari bambu terpasang yang hanya cukup untuk dua orang. Tak ada lampu penerangan selain dari rumah warga yang tak jauh dari Panorama DC.

Dan malam itu tak hanya panorama Kota Bogor yang mempesona terpampang di hadapan kami, di atasnya Gerhana Bulan dengan jelas rupanya sedang asyik-asyiknya unjuk gigi. Pertama, kami menikmatinya dengan warna oranye kemerah-merahan. Saya pikir, cahaya di bumi jadi cukup redup saat itu. Tapi guratan awan malam masih saja jelas kelihatan membentuk garis semburat di langit semesta.

Tak lama, pada pukul setengah sepuluh warna bulan mulai berubah menjadi putih total. Seketika tempat di Panorama DC jadi jauh lebih terang. Kami bisa melihat wajah kami satu sama lain. Warna rumput dan pohon jadi hijau kebiru-biruan bermandi cahaya bulan. Awan semakin jelas kelihatan. Arus pergerakan awan terlihat cukup cepat, rupanya angin belum lelah mengajaknya berkeliling. Lalu kemana bintang-bintang? Ada kok, banyak sekali.






Kami melihat hampir semua pergerakan. Mulai dari bulan berbentuk sabit sampai berbentuk bulat total. Terang dan putih, sangat berkilau.

“Bersyukur Zah, mungkin kita bisa lihat fenomena kayak gini sekali seumur hidup.” Kata muty yang memecah lamunan malam itu.

Kenapa harus sekali seumur hidup? Mungkin karena menurut informasi yang dimuat oleh Kompas.com, 'Super Blue Blood Moon' hanya terjadi satu kali dalam 192 tahun. Waktu dimana terjadi tiga fenomena alam sekaligus. Yaitu ‘Supermoon’ yang merupakan fenomena jarak terdekat bulan dengan bumi, fenomena ‘Blue Moon’ yang merupakan julukan purnama yang muncul kedua kalinya dalam satu bulan kalender, dan ‘Blood Moon’ yang merupakan saat di mana Bulan akan ditutupi bayangan Bumi yang membuat warnanya kemerahan seperti darah.

Kalau memang benar begitu, rasanya malam 31 Januari 2018 akan jadi salah satu malam bersejarah dalam hidup kami. Kecuali kami diberi umur sekitar 193 tahun lagi oleh Yang Maha Kuasa. Itu akan tak jadi masalah.
Karena beberapa moment mungkin tak akan terulang lagi. Itu yang membuatnya terasa spesial.
Kami sangat menikmati pertunjukkan alam tadi malam. Saat itu saya membayangkan bagaimana jadinya kalau saya sedang berada di puncak gunung, tentu fenomena Super Blue Blood Moon terlihat semakin jelas bersama gugusan bintang (Milky Way) dari Galaksi Bima Sakti. Atau tak perlu sampai begitu, mungkin berkemah di tempat terbuka bersama seluruh sahabat terbaik kami akan terasa semakin sempurna.

Tapi malam itu tetap saja, kami masih merasa begitu cukup. Bersama beberapa cokelat dan sebotol air putih di bawah langit malam yang benderang, tak ada hal lain yang harus dilakukan selain terus bernafas dan mengucap syukur kepada Allah. Alhamdulillah, Maha Besar Allah Dengan Segala Firman-Nya.



Langit berjerawat semalam,
Dan manusia di bumi jadi saksi romantisme dua cahaya semesta bermesra ria,
Keduanya berpeluk tanpa jadi remuk, melebur tanpa harus jadi hancur,
Wajah temanku seketika kelihatan di malam paling benderang itu,
Sedang hamparan pemukiman Kota Hujan dan Kota Metropolitan berbayang di kejauhan,
Kuasa Tuhan,
Ia bagai mempertemukan siang dan malam di waktu bersamaan.

Komentar

  1. Saya sempat motret tapi karena minim cahaya jadi blur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. motret saat malam hari emang greget endes mbak arin, hehe. rawan noise dan blur

      Hapus
  2. Iya baguuus.. tapi kalau dipoto jadi rada kecil maklum kamera ga pake tele. Tapi ya sudah, yang penting itu tadi.. momennya! perlu diabadikan, perlu.. tapi ga sempurna? Gapapa.. kita yang rasakan .. uhuk!

    BalasHapus
  3. Seruuu banget! Spotnya juga bagus juga yaa, baru tau ada spot ini hehehe. Jarang main ke daerah Gunung Bunder hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak nyamuk mbak, kamu nggak akan kuat, biar aku saja wkwkwk

      Hapus
  4. Kemsrin sy jg sempet liat. Tp ga foto2. Keren bgt ya hasilnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mbak melly, ini jepretan ke seribu berapa mungkin ya karena ngeblur trus nggak bawa tripod wkwk

      Hapus
  5. Tepatnya dimana ini zi?bagus kayaknya buat liat citylight

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di desa gunung bunder, 1 km sebelum gerbang TNGHS. Namanya panorama DC mas.

      Hapus
  6. Makanan Ayam Pukul Berat – Memiliki Ayam Aduan Pukul Berat / Keras yang akurat dan mematikan adalah impian semua pemilik ayam aduan. Apa lagi ayam aduan ganas dan tak terkalahkan setiap bertarung, itu adalah kebanggaan tersendiri yang tak bisa di dapat dari apapun. Inilah Makanan Ayam Aduan Agar Pukul Berat / Keras : Simak Selengkapnya Di Blog Botoh pemainayam.vip ;; Kunjungi Link : https://pemainayam.vip/inilah-makanan-ayam-aduan-agar-pukul-berat-keras/

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Nasi Ketan Kuning

Dokpri Pengalaman jadi anak kost untuk pertama kalinya ketika merantau ke Lampung selama 9 bulan membuatku sehari-hari terbiasa menyiapkan makanan sendiri. Kebetulan di kosan setiap hari selalu masak karena aku dan kawan kost tak terlalu tertarik dengan menu makanan yang dijual di luar. Selain itu, hemat juga kaaann. Nah seringnya masak membuat pelan-pelan aku terdorong mencoba menu-menu baru. Salah satunya ketika diberi beras ketan oleh ibu guru. Awalnya bingung mau diapakan, akhirnya karena aku suka kunyit, kenapa tak kubikin ketan kuning saja, pikirku. Hari itu pun tiba, tapi aku tak ingin bahas tutorial cara membuat nasi ketan kuning karena infonya sudah tak terhitung di Om Google. Yang menarik untukku adalah, aku menemukan satu makna tersembunyi dari makanan yang satu ini. Begini ceritanya ... Awalnya aku membuat nasi ketan kuning sedikit terlebih dahulu sebagai tahap awal percobaan. Hasilnya? Enak tapi terlalu lembek. Pelajarannya adalah, jumlah airnya harus aku kur

Jaling, Lalapan Super dari Lampung

Kenalkan. Ini adalah Jaling. Lalapan yang katanya masih satu geng dengan jengkol dan Pete. Aku menemukan ini pertama kali di Lampung ketika diajak makan bersama oleh Kantor di sebuah rumah makan dan kedua kalinya ketika makan bersama dengan kader Posyandu. Katanya, ini adalah lalapan khas Lampung. Aku dari kecil tidak dibiasakan orang tua makan Pete dan jengkol entah kenapa, sehingga sampai sekarang aku jadi nggak suka rasanya. Teman-teman suka meledek, "Sunda macam apa kamu nggak suka makan Pete jengkol." Hahaha oke-oke emang agak nggak sesuai sama orang Sunda kebanyakan ya. Jadi nggak heran kalau aku juga nggak suka dengan Jaling ini. Waktu itu diminta nyoba oleh Kader, kuicip dengan menggigit sedikit dan rasanya ... Wow ... Lebih tidak enak dari jengkol buatku. Ditambah aromanya yang jauh lebih menyengat berkali-kali lipat. Si Jaling ini masuk daftar lalapan yang belum cocok mampir di lidahku. Tapi terlepas dari itu, aku selalu senang bertemu makanan khas yang jar

MAHAMERU, MAHASERU! - Bagian I

Kisah perjalanan Mahameru sudah terbingkai pada Agustus tahun 2016, hampir dua tahun sampai cerita perjalanan ini dibuat. Namun bagi saya tak ada kata terlambat untuk menuliskan sebuah cerita selama setiap kenangan yang menyertainya masih tersimpan rapih dalam laci-laci ingatan. Kini saatnya membongkar arsip-arsip itu dan melakukan perjalanan kembali ke masa lalu, mentransformasikannya ke dalam bentuk tulisan. Selamat datang di alam teater pikiran dan selamat menikmati segala hal yang tersedia. Apa adanya. Bukan Pendaki 5cm. Saya sempat tergelitik ketika melihat desain kaos-kaos traveler di instagram yang bertuliskan “Bukan Pendaki 5cm.” Pemahaman akan tulisan tersebut luas sebenarnya. Siapapun yang membaca bisa saja punya persepsi yang berbeda-beda. Bisa saja menggambarkan makna “Gue naek gunung bukan karena pilem 5cm lho”, atau   “Cara gue naek gunung ga kayak pendaki pilem 5cm tau”, serta banyak pemahaman lain yang tak bisa dijabarkan satu per satu. Saya sendiri ?