Memulai Pendakian
Mahameru
Pukul 7 pagi setelah puas menikmati keindahan Ranu Regulo dan
sarapan roti plus segelas susu, kami mulai packing lagi dan bersiap menempuh rundown utama, mendaki Mahameru.
Jalan setapak yang semalam kami lalui ternyata nggak serem-serem
amat. Indah malah. Di jalanan setapak itu pula kami berkenalan dengan Bang
Attar dan Bang Ridho. Dua sekawan yang ternyata jadi tetangga kami semalam di
Ranu Regulo.
“Eh, gue tadi pagi
bangun gara-gara lo teriak bagus banget, bagus banget. Pas gue keluar tenda eh
iya bener bagus banget. hahaha” (rupanya teriakan kecil saya berhasil membangunkan tetangga
sebelah, hahaha)
“Emang iya yak? Haha
maaf bang gatau soalnya wkwk,”
Sambil ngobrol dengan Bang Attar, tak terasa kami sudah
sampai di basecamp Ranupani. Ternyata Mas Ismu sudah sampai di basecamp bersama
rombongannya pagi itu dan mengabari kami lewat nomor Yoga.
“Sampai ketemu di Ranu
Kumbolo ya.”Kata
Bang Attar
“Iya bang sampai ketemu, hati-hati.”jawabku
Karena Mas Ismu and the genk baru mau briefing, maka kami
putuskan untuk janjian di Ranu Kumbolo. Selain itu harus merasakan juga sensasi
mendaki bertiga bagaimana meskipun hanya sampai Ranu Kumbolo. Kami bergegas
berjalan kaki santai melewati perkebunan warga hingga tak terasa mulai memasuki
jalur pendakian.
Hal yang kami senangi dari jalur pendakian Gunung Semeru
adalah jalurnya yang berkontur landai. Kita bukan seperti mendaki, tapi
berputar mengitari gunung. Buat saya pribadi, jalur pendakian macam itu sangat
menyenangkan, selain tidak terjal, kita bisa berjalan santai melirik
pemandangan kanan kiri yang indahnya tiada tanding.
Di setiap pos jalur pendakian Gunung Semeru, ada saja warga
setempat yang membuat stand jualan gorengan atau buah semangka potongan.
Harganya sekitar Rp. 2.500 untuk setiap satu buah semangka atau gorengan.
Jajanan hiking ini namanya. Yoga paling doyan jajan gorengan di pos. Padahal
gorengannya dingin kaya abis dimasukin kulkas. Tapi dia keliatan enak-enak aja
tuh makannya. Saya atau adis paling sering jajan semangka. Bikin adems
tenggorokan soalnya hehehe.
Sekitar pukul 13.30 perjalanan landai nan panjang itu
menepati janjinya membawa kami ke surganya Gunung Semeru. Penampakan Ranu
Kumbolo yang cantik nian bikin semangat dan tenaga kami yang mulai turun seolah
kembali terisi penuh. Impian nge-date
sama Ranu Kumbolo sudah di depan mata guys, yeaay!!!
Fiuuhhhh ... segala hal yang indah memang butuh perjuangan.
Melihat Ranu Kumbolo saja harus kami tempuh dengan berlelah-lelah mendaki
selama 6 jam. Waktunya istirahat dan menunaikan ibadah shalat Dzuhur sambil
menunggu rombongan mas Ismu tiba.
Tim Kura-kura VS Tim
Macan Tutul
Satu jam kemudian, rombongan mas Ismu pun telah tiba. Kami
berkenalan satu per satu dengan mereka. Saya lupa jumlah anggota pendakiannya.
Mungkin sekitar 9 atau 10 orang. Ada Habib, Asep, Rasyid serta anggota lain
yang tak bisa saya sebutkan satu per-satu. Sufi, adalah satu-satunya anggota
pendakian yang paling cantik di grup mas Ismu (soalnya dia cewek sendiri
hehehe). Sempet kaget juga, kok mereka cepet banget yak sampenya dibandingkan
kita, hoalah para pendaki senior nih kayaknya. Kalau diibaratkan itu kami si
tim Kura-kura bersanding dengan tim Macan Tutul.
Kami sepakat membangun tenda bersebelahan tepat di depan
wajah Ranu Kumbolo (di dalam batas area yang diperbolehkan pengelola). Bergegas
kami si grup kura-kura mengeluarkan tenda dari carrier dan mulai merangkainya.
Selagi mencoba membangun tenda, kami terperangah dengan kemampuan grup sebelah.
Kalau dikira-kira, mereka bisa bikin tenda langsung berdiri sempurna dengan
waktu hanya tiga menit. Saya ulangi ya, Cuma tiga menit. Gila ga tuh?! Waktu
sesedikit itu buat kami cuma cukup buat masukin lubang ke ujung patok. Akhirnya
kami dibantu mas Asep dan mas Ismu bikin tenda dan bimsalabim! Langsung
jadiiii...bravo!
Sementara Yoga dan anak cowok lainnya bikin tenda, saya sama
Adis cuma senyum-senyum memandangi Ranu Kumbolo. Sebuah tempat impian yang kini
jadi kenyataan. Kami pun berpelukan karena saking bahagianya. Tak lama
terdengar suara mistis dari belakang,
“Kok aku ga diajak
pelukan si teeehhhh ?” (Suara sufi yang mendayu pengen ikutan pelukan juga)
“Oh Sufiii, iya
sini-sini sayang ayok ikutan” (tiga cewek alay pelukan depan Ranu Kumbolo. Norak yang
asik!)
Ternyata Sufi juga baru pertama kali mendaki Gunung Semeru.
Katanya sih sambil ngelupain mantannya gitu soalnya baru aja putus. Hoalah,
pasti lupa deh sama mantan kalau pelariannya naik Gunung Semeru. Percayah deh!
Tak lama setelah berpelukan, saya dan Adis bergegas shalat
ashar. Sufi hanya menemani karena sedang berhalangan. Setelah wudhu, saya gerai
sajadah darurat (plastik trash bag) di bawah sebuah pohon. Baru aja beres pake
mukena dan ngelirik ke arah kiri, eeeehhh ternyata oh ternyata ... si pohon rupanya
punya ikatan kain putih di batangnya. Tegang deh langsung, duh aduh!
“Pindah-pindah dah
jangan di sini.”
“Kenapa pindah?” (Adis masih belum terbangun dari
mimpinya)
“udah pindah dulu aja.” (jawaban yang sama sekali ga butuh
penyangkalan)
Meski awalnya tegang-tegang dikit, aktivitas ibadah shalat di
tepi danau Ranu Kumbolo memberikan sensasi yang luar biasa. Suara gemericik air
danau dan burung beriringan. Langit mendung setia berbagi cerita dengan air di
muka danau. Cuma batang-batang pinus setia menunggu. Ditenggelamkan air cinta
dari sang Ranu Kumbolo.
Teman kuliahku pernah
bilang; “Ada sesuatu yang bila dipaksakan akan menjadi baik, yaitu shalat.”
Siang menjadi sore dan sore menjadi malam. Sehabis makan
malam kami duduk bersama di tikar dadakan depan tenda. Di sinilah tempatnya
orang-orang yang masih punya hidup bertemu dan bercengkrama di bawah langit
yang dibedaki bintang-bintang. Kulihat guratan Milky Way berwarna biru keunguan
terlukis di angkasa. Sayanglah kami tak bisa berlama-lama karena udara dingin
memeluk kian erat. Malam itu, akhirnya kami memilih untuk cepat tidur.
Esok Hari
Empat tahun lamanya pagi yang dinanti itu akhirnya tiba. Pagi
yang bersahaja di surganya Gunung Semeru. Tak ada yang lebih manis di lidah
selain segelas kopi cappucino. Tak ada yang lebih indah di mata selain semburat
fajar di balik Ranu Kumbolo.
Tempat ini bukan
sekedar dicipta
Tetapi remah yang
dipinjamkan oleh surga
Saya, Adis, Yoga dan kawan-kawan lain tak rela kalau
keindahan Ranu Kumbolo hanya ada di dalam ingatan yang penuh dengan
keterbatasan. Kami pun berfoto-foto dengan latar belakang air danau yang mulai
berwarna keemasan. Tanjakan cinta mulai dijamah oleh cahaya sehinggi
rumput-rumputnya tampak kekuningan. Ahhh ... keindahan sejauh mata memandang.
Setelah puas menikmati keindahan Ranu Kumbolo. Kami pun packing dan bergegas melanjutkan perjalanan menuju Kalimati. Pukul 10 perjalanan kami dimulai dengan menapaki tanjakan cinta. Kalau dari kejauhan, tampaknya melewati tanjakan cinta bukanlah hal sulit. Ya, memang. Kalau tidak pakai carrier tentu jauh lebih mudah. Tapi kalau sambil gendong carrier yang bentuknya seperti karung beras, menaiki tanjakan cinta sukses bikin napas engap-engapan.
Tapi yah, menaiki tanjakan cinta akan menjadi pekerjaan yang
takkan pernah sia-sia. Karena sehabis berlelah ria membawa beban, ada oro-oro
ombo sebagai hadiah perdamaian dari Gunung Semeru. Ahhh ... lelah kami tak ada
artinya dengan semua hadiah-hadiah ini.
Oro-oro ombo adalah
remah surga lainnya yang jatuh di Mahameru. Hamparan bunga Verbena Brasiliensis
keunguan yang dibelah jalan setapak membiarkan menjadi jalan kami lewat. Panas terik
matahari tak membuat kami ingin buru-buru berteduh. Tak apa-apa kepanasan, asal
di tempat seindah ini. Sungguh tak apa-apa.
Sampai di pos Cemoro
Kandang yang letaknya tak jauh dari oro-oro ombo, kami beristirahat sejenak
sambil membeli semangka. Hampir setiap pos pendakian Mahameru terdapat penjual
yang menjajakan semangka atau gorengan.
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos jambangan. Pelan tapi pasti kami menyusuri jalur dengan pemandangan menawan. Sesekali, kami melewati pepohonan dengan semak berbunga kuning di perjalanan. Di beberapa titik, jalanan sempit nan menanjak cukup menguras tenaga.
Sekitar 3 jam
perjalanan, kami sampai di pos Jambangan dan beristirahat sejenak. Dari Pos
Jambangan, puncak mahameru yang berpasir mulai nampak jelas kelihatan gagahnya.
Pikiran saya melayang, “Besok pagi kakiku berpijak di sana. Tunggu saja.”
Dok. pribadi dari kamera Yoga |
Jarak dari Pos
Jambangan ke Kalimati tidak begitu jauh. Sekitar 1 jam perjalanan kami sudah
sampai di pos Kalimati dan mencari spot untuk mendirikan tenda. Tenda kami dan
tenda mas ismu bersebelahan. Di sana cukup banyak tenda yang sudah berjejer. Terdengar
suara dari music box yang diputar cukup keras oleh salah seorang pendaki yang
sedang bersantai. Suara musik yang keras mungkin bisa didengar oleh semua orang
di pos Kalimati.
Di Pos Kalimati, sumber
air cukup jauh. Letaknya ada di lembah dan aliran airnya kecil. Kami harus
menempuh jarak sekitar 30-45 menit perjalanan hanya untuk mengambil air. Jalannya
naik turun. Sayang, saya tak sempat mengambil foto lokasi mata air di Kalimati.
Nuansa di lokasi mata air Kalimati itu terbilang lumayan creepy. Ada dua tebing tinggi menjulang, kalau sore hari, cahaya
matahari tak bisa masuk dengan sempurna. Selain itu, kami harus mengantri cukup
lama karena harus menunggu yang lain dengan sabar memenuhi isi botol dengan
mata air yang kecil.
Sesuai dengan peraturan
ketika briefing adalah kita tidak boleh berada di sekitar sini lebih dari jam 5
sore karena biasanya banyak binatang yang pergi ke mata air untuk minum. Jadi gantian
gitu deh. Kalau saya si memang nggak mau di sana sampai kemalaman, serius deh
emang creepy gitu suasananya.
Selesai mengambil air, kami pun bergegas memasak makan malam agar bisa tidur cepat. Setelah berdiskusi dengan tim mas Ismu dan pendaki lain, kami sepakat untuk memulai pendakian menuju puncak Mahameru pukul 11 malam. Sufi tidak summit karena sedang haid. Tapi ia tidak sendirian. Ia ditemani oleh salah satu teman Mas Ismu.
Selesai mengambil air, kami pun bergegas memasak makan malam agar bisa tidur cepat. Setelah berdiskusi dengan tim mas Ismu dan pendaki lain, kami sepakat untuk memulai pendakian menuju puncak Mahameru pukul 11 malam. Sufi tidak summit karena sedang haid. Tapi ia tidak sendirian. Ia ditemani oleh salah satu teman Mas Ismu.
Di Pos Kalimati juga
terdapat jamban sementara yang bisa digunakan pendaki agar tak BAB sembarangan.
Tapi seriously, bertahan lima menit
saja di jamban tersebut sudah merupakan prestasi luar biasa. Sepertinya tak
usah dijelaskan lagi kondisinya seperti apa ya. Tapi syukurlah jamban 'luar biasa' itu mungkin punya pemandangan paling indah sedunia di depannya.
Pukul 11 malam itu pun
akhirnya tiba. Kepala saya agak pusing sebenarnya, mungkin karena kurang tidur.
Di tengah udara dingin yang menusuk kami pun briefing sebentar dan membagi
persediaan air. Saya memakai jaket double tapi dinginnya tetap terasa. Kaki saya
lumayan hangat tapi tangan kedinginan karena tidak memakai sarung tangan
berbahan polar. Salah satu hal yang cukup disesali.
Satu catatan penting
ketika summit ke puncak Mahameru adalah kita tidak diperbolehkan membawa beban
barang yang berlebihan. Cukup membawa air dan sedikit persediaan makanan. Terlalu
berbahaya untuk membawa banyak barang karena keseimbangan mendaki puncak
Mahameru haruslah dijaga mati-matian.
Dengan bismillah, kami
pun memulai perjalanan di tengah malam bertabur bintang itu. Membelah hutan
yang jalannya terus menanjak. Sesekali suara hewan yang entah hewan apa
terdengar mampir di telinga. Berjalan di tengah hutan tengah malam buat saya
terasa lebih berat. Pertama karena ngantuk, pastinya. Kedua, karena kita
berebut oksigen dengan pohon-pohon di hutan. Seperti yang kita ketahui kalau
pohon menyerap oksigen pada malam hari. Sehingga kami merasa cepat lelah ketika
mendaki pada malam hari. Saya tak heran dengan Adis yang cukup sering minta break.
Satu hal yang tidak
boleh dipaksakan ketika mendaki adalah terus melangkah padahal sudah sangat
lelah tapi malu mau bilang. Tapi alhamdulillah, ketika badan sedang
lelah-lelahnya, Bang Attar izin buang air besar. Udara dingin
menusuk seperti malam itu memang mudah membuat siapapun tiba-tiba ingin BAB. Saya
pun menjaga perut supaya tetap hangat. Karena buat saya, BAB tengah malam di
curamnya jalur pendakian bukanlah pilihan menarik.
10 menit kemudian kami
melanjutkan perjalanan. Tenaga sudah lumayan pulih. Setelah beberapa jam
mendaki membelah hutan, kami sampai di Arcopodo. Sedikit pengetahuan tentang
Arcopodo pun berhasil mempengaruhi pikiran saya yang lumayan parno-an. Konon,
alasan tempat ini dinamakan Arcopodo adalah karena dahulu terdapat arca kembar yang
kini dikabarkan hilang. Arca ini biasa dicari oleh orang-orang dengan tujuan
tertentu. Hanya orang-orang punya kelebihan yang konon bisa melihat arca kembar
ini. Kalau punya kelebihan, saya berharap kelebihan itu berupa pintar memasak
atau pintar matematika saja. Tak bisa melihat Arcopodo pun sungguh tak apa-apa.
Belum selesai
ketegangan saya ketika mulai memasuki Arcopodo, ketegangan lain bertambah dengan
bertemunya kami dengan batu nisan yang tertanam di samping jalur pendakian. Katanya,
nisan itu merupakan simbolis orang yang meninggal ketika mendaki Mahameru. Adanya
batu nisan tersebut juga merupakan upaya menyadarkan pendaki bahwa mendaki
gunung bukan sekedar urusan main-main. Apalagi menuju puncak Mahameru yang
notabene tidak dilegalkan oleh pihak Taman Nasional. Berani mendaki Mahameru
juga harus berarti berani menanggung segala akibatnya.
Aktivis politik
legendaris Gie pun kabarnya meninggal di puncak Mahameru karena menghidup gas
beracun. Abunya di tebar di sana. Abu manusia yang berjasa mendirikan
organisasi Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) pertama di Indonesia.
Tak lama, sampailah
kami di batas vegetasi Mahameru. Sudah tak lagi terlihat pohon-pohon. Hanya ada
jalan menanjak berpasir dan berbatu yang tersinari cahaya headlamp. Di atas
sana kelap kelip senter dari pendaki lain pun mewarnai jalur pendakian. Kelompok
kami jalan berurutan. Adis di depan bersama sebagian tim Mas Ismu, saya di
tengah dan Yoga di belakang beserta anggota tim Mas Ismu yang lain.
10 Agustus 2016, tiga sekawan bersama beberapa teman baru
mereka hampir sampai di puncak tertinggi pulau Jawa. Selangkah demi selangkah,
kaki kami berkelahi melawan pasir dan kerikil yang terus menyeret turun. Lelah luar
biasa mendera. Nafas sempit sesak. Udara dingin menusuk dan mencuri kadar
oksigen di kepala.
Energi di dalam tubuh rasanya sudah sampai di titik
penghabisannya. Namun puncak Mahameru masih jauh terjamah. Terus naik akan jadi
pilihan yang sangat sulit, namun melangkah mundur juga bukan pilihan yang lebih
baik.
Perjalanan berat di titik tengah batas vegetasi Mahameru
perlahan rupanya menciptakan jarak di antara kami bertiga. Jalan curam berpasir
didukung keadaan minim cahaya secara tak sengaja memisahkan kami satu sama
lain. Kami menanjak medan terjal itu sendiri-sendiri, menyantu dengan rombongan
lain. Dan saya, ada di urutan terakhir.
Pelan tapi pasti, ada sesuatu yang lain di hati saya. Rasa
amarah rupanya menginjak puncaknya terlebih dulu. Mungkin karena lelah luar
biasa ditambah berpisah dari teman seperjuangan.
Tahukah kamu bahwa pada titik inilah hati rawan merasakan
baper? Kecewa karena kami tak bisa menginjak puncak bersama-sama. Prasangka buruk
karena merasa ditinggal teman padahal sudah berjanji tidak boleh terpisah satu
sama lain. Dan pada kenyataannya kami semua saling mencari.
Faktanya, kami bertiga berhasil menapakkan kaki di sana walau
tak sempat berfoto karena efek baper dan hampir hipotermia. Saya tak banyak
bicara karena lidah terasa begitu kelu. Kami bertemu di puncak Mahameru meski
dengan saling terdiam. Rupanya minimnya kadar oksigen di kepala mempengaruhi
Emotional Quotient (EQ) kami.
Tak kuat karena hipotermia hampir bertamu ke dalam tubuh,
kami bergegas turun kembali. Tak sempat berfoto tak apa, yang penting kami bisa
kembali dengan selamat. Itu akan jadi oleh-oleh terbaik untuk kembali dibawa
pulang.
Tak ada bukti fisik yang pasti tentang pencapaian berharga
berdiri di atas puncak tertinggi Jawa. Namun debu-debu di baju dan sepatu akan
setia jadi saksinya. Tak sempat berfoto tak apa. Namun, momen indah itu masih
tersimpan rapi di dalam laci kenangan saya. Shalat subuh berjamaah bersama dua
orang teman baru di curamnya jalur pendakian puncak Mahameru menjadi salah satu
momen ibadah paling indah.
Langit jingga menyeruak membakar langit pekat sampai menyala,
laut Jawa megah terpampang di sebelah kanan, dan samudera awan asik
bergelombang di bagian kiri badan. Sedang bukit berundak berebut cahaya matahari
jelas di bagian depan.
Tubuh kami memang terpisah di menit-menit menakjubkan itu. Namun
pandangan kami sama-sama terpaku di satu titik. Keindahan pagi itu kami simpan
di kotak memori masing-masing.
Jika tak ada foto sebagai kenangan, selalu ada ingatan hasil
ciptaan Tuhan yang lebih canggih untuk mengabadikan, bukan?
...
Terima kasih Mahameru.
Kau kuras tenaga,
pikiran hingga perasaan kami.
Namun tak ada yang
kusesali.
Asal kau izinkan kami
kembali.
...
ArenaDomino Partner Terbaik Untuk Permainan Kartu Anda!
BalasHapusHalo Bos! Selamat Datang di ( arenakartu.org )
Arenadomino Situs Judi online terpercaya | Dominoqq | Poker online
Daftar Arenadomino, Link Alternatif Arenadomino Agen Poker dan Domino Judi Online Terpercaya Di Asia
Daftar Dan Mainkan Sekarang Juga 1 ID Untuk Semua Game
ArenaDomino Merupakan Salah Satu Situs Terbesar Yang Menyediakan 9 Permainan Judi Online Seperti Domino Online Poker Indonesia,AduQQ & Masih Banyak Lain nya,Disini Anda Akan Nyaman Bermain :)
Game Terbaru : Perang Baccarat !!!
Promo :
- Bonus Rollingan 0,5%, Setiap Senin
- Bonus Referral 20% (10%+10%), Seumur Hidup
Wa :+855964967353
Line : arena_01
WeChat : arenadomino
Yahoo! : arenadomino
Situs Login : arenakartu.org
Kini Hadir Deposit via Pulsa Telkomsel / XL ( Online 24 Jam )
Min. DEPO & WD Rp 20.000,-
INFO PENTING !!!
Untuk Kenyamanan Deposit, SANGAT DISARANKAN Untuk Melihat Kembali Rekening Kami Yang Aktif Sebelum Melakukan DEPOSIT di Menu SETOR DANA.