Langsung ke konten utama

Surat Cinta Untuk Lembah Surya Kencana


Terpijak kakikku di lembahmu,
Di antara dua bukit berpuncak yang saling berhadapan memadu cinta,
Menghalau angin yang menebar diri secukupnya,
Di sela-sela waktu ketika matahari mulai berpendar mengundang pagi,
Aku terbuai,
Selaksa jiwa yang terhampar di satu titik surga yang terjatuh ke bumi,
Aku terlena,
Lupa tentang diriku dan tentang dunia yang sama munafiknya,

Lembah surya kencana,
Terhampar di antara kejujuran yang mengembun, 
Bergelayut mesra setiap pagi di ujung rerumputan dan hamparan bunga abadi,
Tak ada yang sebening itu,
Sejernih pikiran yang diudarai kenangan,

Katakan padaku
Sejak berapa lama kau setia pada Gede pangrango yang indah,
Dari mana ketenangan dan kedamaian itu datang menyelimutimu sampai ke celah-celah,
Di antara sungai kecil keemasan yang terpapar sinar matahari di pagi hari,
Tempat dimana nalurimu mengalir,
Beriak secukupnya di antara kemegahanmu yang begitu tampak di mataku,

Katakan padaku lembah surya kencana, 
Bagaimana rasanya menjadi bijaksana,
Atau setidaknya bisikanlah,
Sehalus bisikan awan berarus cepat yang menari di atasmu dengan tenang,
Di antara kebisuanmu yang penuh teka-teki,

Aku jatuh cinta kepadamu lembah surya kencana,
Sebagaimana adanya dirimu menerimaku di sana,
Seadanya diriku,
Tidak kurang tak jua lebih,
Izinkan kukenang, izinkan kusayang,
Dirimu yang tenang dirimu yang indah,
Selamanya.


~Sebuah karya tercurah di gubuk belakang rumah~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Nasi Ketan Kuning

Dokpri Pengalaman jadi anak kost untuk pertama kalinya ketika merantau ke Lampung selama 9 bulan membuatku sehari-hari terbiasa menyiapkan makanan sendiri. Kebetulan di kosan setiap hari selalu masak karena aku dan kawan kost tak terlalu tertarik dengan menu makanan yang dijual di luar. Selain itu, hemat juga kaaann. Nah seringnya masak membuat pelan-pelan aku terdorong mencoba menu-menu baru. Salah satunya ketika diberi beras ketan oleh ibu guru. Awalnya bingung mau diapakan, akhirnya karena aku suka kunyit, kenapa tak kubikin ketan kuning saja, pikirku. Hari itu pun tiba, tapi aku tak ingin bahas tutorial cara membuat nasi ketan kuning karena infonya sudah tak terhitung di Om Google. Yang menarik untukku adalah, aku menemukan satu makna tersembunyi dari makanan yang satu ini. Begini ceritanya ... Awalnya aku membuat nasi ketan kuning sedikit terlebih dahulu sebagai tahap awal percobaan. Hasilnya? Enak tapi terlalu lembek. Pelajarannya adalah, jumlah airnya harus aku kur

Jaling, Lalapan Super dari Lampung

Kenalkan. Ini adalah Jaling. Lalapan yang katanya masih satu geng dengan jengkol dan Pete. Aku menemukan ini pertama kali di Lampung ketika diajak makan bersama oleh Kantor di sebuah rumah makan dan kedua kalinya ketika makan bersama dengan kader Posyandu. Katanya, ini adalah lalapan khas Lampung. Aku dari kecil tidak dibiasakan orang tua makan Pete dan jengkol entah kenapa, sehingga sampai sekarang aku jadi nggak suka rasanya. Teman-teman suka meledek, "Sunda macam apa kamu nggak suka makan Pete jengkol." Hahaha oke-oke emang agak nggak sesuai sama orang Sunda kebanyakan ya. Jadi nggak heran kalau aku juga nggak suka dengan Jaling ini. Waktu itu diminta nyoba oleh Kader, kuicip dengan menggigit sedikit dan rasanya ... Wow ... Lebih tidak enak dari jengkol buatku. Ditambah aromanya yang jauh lebih menyengat berkali-kali lipat. Si Jaling ini masuk daftar lalapan yang belum cocok mampir di lidahku. Tapi terlepas dari itu, aku selalu senang bertemu makanan khas yang jar

MAHAMERU, MAHASERU! - Bagian I

Kisah perjalanan Mahameru sudah terbingkai pada Agustus tahun 2016, hampir dua tahun sampai cerita perjalanan ini dibuat. Namun bagi saya tak ada kata terlambat untuk menuliskan sebuah cerita selama setiap kenangan yang menyertainya masih tersimpan rapih dalam laci-laci ingatan. Kini saatnya membongkar arsip-arsip itu dan melakukan perjalanan kembali ke masa lalu, mentransformasikannya ke dalam bentuk tulisan. Selamat datang di alam teater pikiran dan selamat menikmati segala hal yang tersedia. Apa adanya. Bukan Pendaki 5cm. Saya sempat tergelitik ketika melihat desain kaos-kaos traveler di instagram yang bertuliskan “Bukan Pendaki 5cm.” Pemahaman akan tulisan tersebut luas sebenarnya. Siapapun yang membaca bisa saja punya persepsi yang berbeda-beda. Bisa saja menggambarkan makna “Gue naek gunung bukan karena pilem 5cm lho”, atau   “Cara gue naek gunung ga kayak pendaki pilem 5cm tau”, serta banyak pemahaman lain yang tak bisa dijabarkan satu per satu. Saya sendiri ?