Langsung ke konten utama

Di Moseleum Van Motman, Tulang Belulang Belanda Pernah Dianggap Batang Singkong


Selama berkunjung  ke museum atau tempat-tempat bersejarah seumur hidup gue, mungkin kunjungan ke Moseleum Van Motman di Kampung Pilar, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor adalah salah satu kunjungan yang paling menarik. Bukan hanya karena letak lokasi yang nggak terlalu jauh-jauh banget dari rumah, tapi bagaimana gue bisa dapet cerita menarik di komplek pemakaman Belanda ini.

source (dok.pribadi)
Siang itu, gue ngajak Adis buat nemenin gue pergi ke Moseleum Van Motman. Kata Adis, letaknya nggak jauh dari sekolah SMP dia. (Itulah alasan kenapa gue ngajak elu ka Adis, hehehe). Sampailah kami di sana sekitar pukul satu siang.

“Ini sih lo ngajakin gue uji nyali” (gerutu Adis awalnya yang nggak tau bakal gue bawa ke sini. Maklum, doi parno sama hal beginian)

“Etdah Dis siang bolong begini masih aja parno. Rame noh ada orang dis.” (jawab gue sambil jalan menuju monumen makam)

Pertama liat dan dateng di lokasi, situasinya di luar dugaan gue banget. Gue kira letaknya ada di tengah kebun atau dekat hutan. Tapi ternyata komplek pemakaman Belanda ini adanya di tengah-tengah pemukiman warga. Bahkan deket banget sama sekolah SMP. Hmmm padahal awalnya gue ngebayangin bakal eksplor sebuah tempat yang suasana cukup mencekam.

Kita pun mulai memasuki area pemakaman tersebut dan mulai memperhatikan keadaan di sana. Terlihat 12 pilar penanda makam berdiri apa adanya, bersama bata merahnya yang masih terlihat dan lumut yang menempel di beberapa bagian. Sementara itu, terdapat bangunan utama seluas 40 meter persegi yang konon dulu menyimpan empat buah mumi Belanda.

tampak depan (source : dok. pribadi)
Tempat penyimpanan mumi Belanda bagian kanan (source : dok. pribadi)
Tempat penyimpanan mumi Belanda bagian kiri(source : dok. pribadi)
Tampak bagian atas monumen (source : dok. pribadi)
Jejak vandalisme di dinding ruangan (source : dok. pribadi)
Tampak luar dari dalam monumen (source : dok. pribadi)
Sebagian pilar di Moseleum Van Motman (source : dok.pribadi)
Eh iya gue lupa ngejelasin satu hal. Moseleum Van Motman itu adalah sebuah komplek pemakaman Belanda yang masuk ke dalam marga Van Motman (Kalau di Indonesia contohnya semacam marga Siregar). Bangunan ini dibangun oleh menir Belanda. Di sana dikuburkan sekitar 37 orang Belanda bermarga Van Motman tapi saat ini cuma ada 33 jasad di sana. Kenapa? Nah, informasi ini gue dapetin dari Pak Suwarno yang nggak lama menghampiri kami berdua yang lagi liat-liat di sekitar makam. Beliau adalah penjaga dan pengelola Moseleum Van Motman yang udah diurus sama keluarganya secara turun temurun. Pak Suwarno sudah cukup tua, mungkin umurnya di atas 60 tahun.

Bersama Pak Suwarno
Siang itu, kami merasa dapet tour guide dadakan. Beliau menceritakan sejarah dan tragedi apa saja yang ada di Moseleum Van Motman kepada kami berdua. Termasuk salah satu tragedi di mana ada seorang ibu-ibu yang mengira tulang belulang Belanda tersebut sebagai batang singkong untuk kemudian dijadikan kayu bakar. Kening gue langsung mengkerut seakan nggak percaya ketika denger ucapan Pak Suwarno. (Hah? Yang bener aja. Serem cuy!)

“Ada beberapa tulang berantakan dan dipakai main bola sama anak-anak. Malah ada yang dibawa sama ibu2 dikiranya itu batang singkong dapat ngerik kan itu kuning, mana panjang. Bapak kasih tahu;

‘Itu buat apa?’ (tanya Bapak)

‘Buat suluh.’ (kata si ibunya)

‘Euh eta tulang Belanda oge!’ (artinya : aduh itu tulang Belanda juga)

Nah langsung dia buang, akhirnya diambil sama bapak lagi.

Eh bentar, tapi kok bisa ya tulang belulang tersebut dipakai main sama anak-anak sampai dikira batang singkong untuk kayu bakar? Apa yang sudah terjadi di Moseleum Van Motman sebenarnya?

Jeng Jeng Jeng ... Simak Kisahnya

Moseleum Van Motman dibangun pada abad ke-18 dan merupakan salah satu komplek pemakaman para saudagar kaya di zaman penjajahan Belanda. Arsitektur bangunan seluas 600 meter persegi ini menurut Anthony Holle merupakan replika dari Gereja Santos di Roma, Italia.

Salah satu yang dikuburkan di sana adalah Gerrit Willem Casimir (GWC) Van Motman yang konon merupakan salah satu orang terkaya di Jawa Barat. Kata Pak Suwarno, om Gerrit memiliki lebih dari 110.000 hektar tanah yang menghasilkan hasil pertanian untuk diekspor ke Belanda.

Yang cukup menarik dari kisah om Gerrit ini adalah beliau tidak serta merta terlahir jadi orang terkaya. Beliau pertama kali datang ke Indonesia pada umur 14 tahun dan bekerja serabutan di Batavia, salah satunya adalah menjadi Kerani. Karena kepintarannya, ia disekolahkan dan menempati istana Bogor serta menguasai satu karesidenan (satu karesidenan terdiri dari tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi).

Makam Willem Gerrit Casimir Van Motman (source : dok.pribadi)
(Wow! jadi gue sekarang lagi ada di samping makam orang terkaya sejawa barat di zaman Belanda?)

Nggak cuma itu, waktu itu juga gue berdiri di samping makam dari tangan kanan salah satu orang terkejam di zaman Belanda. Kata Pak Suwarno, dia adalah William Smith yang tak lain adalah tangan kanan dari Herman Willem Daendels. Masih ingat nama yang sering muncul di buku sejarah semasa SMA ini? Yup! Beliau adalah tokoh utama yang ada di balik pembangunan jalan dari Anyer ke Panarukan. Penjajah yang menerapkan sistem kerja rodi bagi pribumi dan membiarkan mereka mati karena kelaparan dan kelelahan yang luar biasa. Di sanalah saya berdiri, di samping makam tangan kanan dari tokoh yang mengeksekusi gagasan mahakejam itu.

Makam William Smith Van Motman (source : dok.pribadi)
(Wow! jadi gue sekarang lagi ada di samping makam tangan kanan orang salah satu orang terkejam di zaman Belanda?)

Tapi ada juga yang tak kalah menarik yaitu tokoh belanda bernama Peter Cornelis yang memeluk agama islam dan berganti nama menjadi Ibrahim. Kabarnya beliau menikah dengan warga pribumi dari Hambaro (desa yang tak jauh dari Moseleum Van Motman berada).

 Makam Peter Cornelis Van Motman (source : dok.pribadi)
Nah, karena mayoritas dinasti Van Motman adalah para saudagar dan sebagian merupakan tokoh-tokoh penting di zamannya, maka nggak heran kalau komplek pemakaman Moseleum Van Motman ini pada awalnya dibangun dengan sangat megah dan pilar-pilarnya berlapiskan marmer mahal yang diimpor dari Italia. (nggak kebayang dulu megahnya kaya apa ini makam)

Seabad kemudian setelah Indonesia merdeka, tanpa diduga akhirnya segelintir pribumi berbalik mencoba ‘menjajah’ Belanda dengan merampok barang-barang berharga yang ada di Moseleum Van Motman. Menurut keterangan Pak Suwarno, makam ini mulai dijarah orang pribumi di tahun 1984. Mereka mulai dari mencongkel marmer-marmer mahal tersebut, membongkar mumi-mumi Belanda dan mengambil harta mereka.

“Yang di dalem laci (yang terletak di bangunan utama) katanya itu anak Gerrit , itu dibawa (ke Belanda) diganti dengan mayat lain yg masih keluarga, tapi dijarah. Dulu sampe berantakan di dalem. Biasa ada isu katanya di sini ada emas, petinya dirusak dan dibawa. Mayatnya  berantakan nggak dibawa ama dia, cuma perhiasan yang dibawa ama dia cuma gigi ama cincin kawin.”

Aih sayang banget, meskipun mereka adalah penjajah, haruskah makamnya diperlakukan sebegini rendahnya? Karena gue mah orangnya ‘yang udah, yaudah’, gue lebih memilih untuk menganggap Moseleum Van Motman adalah situs dan jejak sejarah, bukan makam para ‘penjahat’.

“Dari mulai orang tua bapak nggak ada, tembok yang mengelilingi roboh. Otomatis batanya juga pada diambilin pakai semen merah ditumbuk”. Tambahnya. (apa nggak serem bangun rumah pakai semen merah bekas makam orang lain? Hiiiiiii)

Hmmm jadi macam tuuu kenapa alasannya ada anak-anak yang mainin tulang belulang mereka sampai dikira batang singkong untuk kayu bakar toh.

“Kalo diurus mulai bapak kecil waktu itu masih umur 7 tahun, kalo ngurus sih terus menerus. Namun namanya orang ala kadarnya nggak digaji nggak apa. Kalo resminya digaji mulai tahun 2010 oleh Dinas Pariwisata. Dulu Nyonya Polin pas ada, dia yang ngegaji (Ayah Pak Suwarno), dia istrinya Paul. Saudagar yang masih punya hubungan dengan Gerrit.”

Yup, jejak Dinas Pariwisata memang sudah terpampang di lokasi sejak tahun 2010 berupa dua papan informasi berwarna biru. Dinas Pariwisata mempercayakan Pak Suwarno untuk mengelola tempat tersebut dan memberikan honor untuk beliau.

Sebagai pengurus makam sejati, Pak Suwarno pun mengaku pernah bertemu dengan keluarga Van Motman yang masih hidup lho.

“Rencana sih mau dipugar (direnovasi) sama keluarga dari Belanda dari marga Van Motman, pernah ke sini tahun 2009 ketua parlemen dari marga Van Motman yang ada di Belanda. Dan tahun 2015 ada kunjungan 35 orang, semua orang Belanda. Rencanya sih tahun 2017.” (Tahun 2017 udah mau kelar lho pak hehehe)

Hmmm gue jadi penasaran gimana jadinya Moseleum Van Motman jika memang benar bakal direnovasi, mungkin akan menjadi salah satu komplek pemakaman paling mewah di Bogor. selain itu gue juga penasaran sama orang-orang Belanda yang bakal dateng nanti. Semoga gue bisa tau infonya dan meliput kedatangan mereka ya, hehehe.

Moseleum Van Motman yang kini berpagar bambu itu pun menurut gue sudah dalam keadaan yang cukup rapih, meskipun beberapa kuburan bisa dibilang hampir merata dengan tanah. Di atasnya hanya ditanami dengan beberapa tumbuhan bunga yang ternyata untuk menandai makam. (kirain gue bunga itu sengaja ditanam buat pemanis).

“Dis, kayaknya ini lokasi lumayan instagrammable ya. Klasik. Photo session bisa kali hehehe.”

“Gila! Lo aja sana. Gue nggak ikutan.”

Ups! Kalimat parno yang keluar dari mulut Adis pun menutup kunjungan kami di Moseleum Van Motman.

So, tertarik berkunjung ke sini teman-teman?

Komentar

  1. LIGASUPER88 Pusat Games Taruhan Online TerBaik Dan Terpercaya !!!!!

    Promo Spesial :
    » New Member Sportsbook 30%
    » New Member Live Casino 30%
    » New Member Slot Online 50%
    » Cashback Sportsbook 10%
    » Rollingan Live Casino 1%
    » Rollingan Slot Online 1%

    Permainan Tersedia :
    » Sbobet Sportsbook
    » Sbobet Casino
    » Sbobet Toto Draw
    » Ibcbet/Maxbet
    » Sabung Ayam
    » Tembak Ikan
    » Slot Pragmatic Play
    » Slot Habanero
    » Slot Spadegaming
    » Slot Joker
    » Slot Microgaming
    » Slot Toptrend
    » WM Casino
    » Sexy Bacccarat
    » Ebet Casino

    Support Bank Ligasuper88 :
    BCA >MANDIRI >DANA >BNI >BRI > GO PAY > OVO > PANIN > ATM BERSAMA

    Daftar & Jutawan Sekarang Juga !
    Hubungi Kontak Kami Dibawah ini (Online 24 Jam Setiap Hari) :

    » Whatsaap 1 : +85561375501
    » Whatsaap 2 : 081315849567
    » Line : Ligasuper88
    » Link : www.ligasuper88.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Nasi Ketan Kuning

Dokpri Pengalaman jadi anak kost untuk pertama kalinya ketika merantau ke Lampung selama 9 bulan membuatku sehari-hari terbiasa menyiapkan makanan sendiri. Kebetulan di kosan setiap hari selalu masak karena aku dan kawan kost tak terlalu tertarik dengan menu makanan yang dijual di luar. Selain itu, hemat juga kaaann. Nah seringnya masak membuat pelan-pelan aku terdorong mencoba menu-menu baru. Salah satunya ketika diberi beras ketan oleh ibu guru. Awalnya bingung mau diapakan, akhirnya karena aku suka kunyit, kenapa tak kubikin ketan kuning saja, pikirku. Hari itu pun tiba, tapi aku tak ingin bahas tutorial cara membuat nasi ketan kuning karena infonya sudah tak terhitung di Om Google. Yang menarik untukku adalah, aku menemukan satu makna tersembunyi dari makanan yang satu ini. Begini ceritanya ... Awalnya aku membuat nasi ketan kuning sedikit terlebih dahulu sebagai tahap awal percobaan. Hasilnya? Enak tapi terlalu lembek. Pelajarannya adalah, jumlah airnya harus aku kur

Jaling, Lalapan Super dari Lampung

Kenalkan. Ini adalah Jaling. Lalapan yang katanya masih satu geng dengan jengkol dan Pete. Aku menemukan ini pertama kali di Lampung ketika diajak makan bersama oleh Kantor di sebuah rumah makan dan kedua kalinya ketika makan bersama dengan kader Posyandu. Katanya, ini adalah lalapan khas Lampung. Aku dari kecil tidak dibiasakan orang tua makan Pete dan jengkol entah kenapa, sehingga sampai sekarang aku jadi nggak suka rasanya. Teman-teman suka meledek, "Sunda macam apa kamu nggak suka makan Pete jengkol." Hahaha oke-oke emang agak nggak sesuai sama orang Sunda kebanyakan ya. Jadi nggak heran kalau aku juga nggak suka dengan Jaling ini. Waktu itu diminta nyoba oleh Kader, kuicip dengan menggigit sedikit dan rasanya ... Wow ... Lebih tidak enak dari jengkol buatku. Ditambah aromanya yang jauh lebih menyengat berkali-kali lipat. Si Jaling ini masuk daftar lalapan yang belum cocok mampir di lidahku. Tapi terlepas dari itu, aku selalu senang bertemu makanan khas yang jar

MAHAMERU, MAHASERU! - Bagian I

Kisah perjalanan Mahameru sudah terbingkai pada Agustus tahun 2016, hampir dua tahun sampai cerita perjalanan ini dibuat. Namun bagi saya tak ada kata terlambat untuk menuliskan sebuah cerita selama setiap kenangan yang menyertainya masih tersimpan rapih dalam laci-laci ingatan. Kini saatnya membongkar arsip-arsip itu dan melakukan perjalanan kembali ke masa lalu, mentransformasikannya ke dalam bentuk tulisan. Selamat datang di alam teater pikiran dan selamat menikmati segala hal yang tersedia. Apa adanya. Bukan Pendaki 5cm. Saya sempat tergelitik ketika melihat desain kaos-kaos traveler di instagram yang bertuliskan “Bukan Pendaki 5cm.” Pemahaman akan tulisan tersebut luas sebenarnya. Siapapun yang membaca bisa saja punya persepsi yang berbeda-beda. Bisa saja menggambarkan makna “Gue naek gunung bukan karena pilem 5cm lho”, atau   “Cara gue naek gunung ga kayak pendaki pilem 5cm tau”, serta banyak pemahaman lain yang tak bisa dijabarkan satu per satu. Saya sendiri ?